Thursday, 28 August 2014

PROGRAM MULTIGUNA PEMERINTAH KOTA TANGERANG



PROGRAM MULTIGUNA BENTUK TANGGUNGJAWAB JAMINAN KESEHATAN
PEMERINTAH KOTA TANGERANG PADA WARGANYA

Pendahuluan
Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dalam proses kehidupan seseorang. Tanpa kesehatan, tidak mungkin bisa berlangsung aktivitas seperti biasa. Dalam kehidupan berbangsa, pembangunan kesehatan sesungguhnya bernilai sangat investatif. Nilai investasinya terletak pada tersedianya sumber daya yang senantiasa “siap pakai” dan tetap terhindar dari serangan berbagai penyakit. Namun, masih banyak orang menyepelekan hal ini. Negara, pada beberapa kasus, juga demikian, minimnya anggaran negara yang diperuntukkan bagi sektor kesehatan, dapat dipandang sebagai rendahnya apresiasi akan pentingnya bidang kesehatan  sebagai elemen penyangga, yang bila terabaikan akan menimbulkan rangkaian problem baru yang justru akan menyerap keuangan negara lebih besar lagi. Sejenis pemborosan baru yang muncul karena kesalahan kita sendiri.
Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010, pada prinsipnya menyiratkan pendekatan sentralistik dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sebuah paradigma yang nyatanya cukup bertentangan dengan sistem desentralisasi, dimana kewenangan daerah menjadi otonom untuk menentukan arah dan model pembangunan di wilayahnya tanpa harus terikat jauh dari pusat.  Sistem Kesehatan Nasional (SKN) terdiri atas :
1.        Upaya Kesehatan.
2.        Pembiayaan Kesehatan.
3.        Sumber Daya Manusia Kesehatan.
4.        Sumber Daya Obat dan Perbekalan Kesehatan.
5.        Pemberdayaan Masyarakat.
6.        Manajemen Kesehatan.
Sebagai subsistem penting dalam penyelenggaraan pembanguan kesehatan, terdapat beberapa faktor penting dalam pembiayaan kesehatan yang mesti diperhatikan. Pertama, besaran (kuantitas) anggaran pembangunan kesehatan yang disediakan pemerintah maupun sumbangan sektor swasta. Kedua, tingkat efektifitas dan efisiensi penggunaan (fungsionalisasi) dari anggaran yang ada.
Terbatasnya anggaran kesehatan di negeri ini, diakui banyak pihak, bukan tanpa alasan. Berbagai hal bias dianggap sebagai pemicunya. Selain karena rendahnya kesadaran pemerintah untuk menempatkan pembangunan kesehatan sebagai sektor prioritas, juga karena kesehatan belum menjadi komoditas politik yang laku dijual di negeri yang sedang mengalami transisi demokrasi ini. Ironisnya, kelemahan ini bukannya tertutupi dengan penggunaan anggaran yang efektif dan efisien akibatnya, banyak kita jumpai penyelenggaraan program-program kesehatan yang hanya dilakukan secara asal-asalan dan tidak tepat fungsi.
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan akses (equitable access to health care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality) . Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara seyogyanya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri.
Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara diarahkan kepada beberapa hal pokok yakni; kesinambungan pembiayaan program kesehatan prioritas, reduksi pembiayaan kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket funding), menghilangkan hambatan biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pemerataan dalam akses pelayanan, peningkatan efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya (resources) serta kualitas pelayanan yang memadai dan dapat diterima pengguna jasa.
Desentralisasi di era reformasi sejak digulirkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,  memberikan kewenangan yang luas kepada daerah untuk melakukan inovasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya. Kepala Daerah  mempunyai strategi dalam menggerakan bawahannnya untuk memberikan segala daya dan upaya yang terbaik untuk daerahnya. Praktek inovasi dalam pelayanan ini lebih dikenal dengan best practice, 15 tahun pelaksanaan otonomi daerah telah banyak evaluasi yang dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dengan tujuan tepenuhinya kebutuhan dasar masyarakat daerahnya. Salah satu best practice dalam pemberian pemenuhan kebutuhan dasar berupa jaminan kesehatan yaitu best parctice Kota Tangerang dengan Program Multiguna.

Kota Tangerang terletak di Provinsi Banten, tepatnya di sebelah utara, selatan dan barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang dan di wilayah timur berbatasan dengan DKI Jakarta. Tangerang merupakan kota terbesar di Provinsi Banten serta ketiga terbesar di kawasan Jabodetabek setelah Jakarta. Kota Tangerang mencakup wilayah seluas 18.378 Ha (termasuk kawasan Bandara Internasional Soekarno Hatta seluas 1.969 Ha) dan merupakan wilayah dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 30 m dpl. Secara administratif kota ini terbagi menjadi 13 kecamatan, yang terdiri dari 104 kelurahan, 931 RW, dan 4.587 RT. Jumlah penduduknya berdasarkan sensus BPS Provinsi Banten Tahun 2010  adalah 1.798.601 jiwa dengan pertumbuhan 1,81%. Kota Tangerang adalah pusat manufaktur dan industri di Pulau Jawa dan memiliki lebih dari seribu pabrik. Banyak perusahaan - perusahaan internasional yang memiliki pabrik di kota ini. Tangerang memiliki cuaca yang cenderung panas dan lembab.

Kondisi Sebelum Inisiatif Program Multiguna
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) merupakan program kesehatan yang diharapkan dapat menjaga masyarakat agar tetap sehat dan produktif serta melindungi pesertanya dari resiko pengeluaran kesehatan yang berdampak pada bencana keuangan dan mata rantai kemiskinan. Sasaran program Jamkesmas ini adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia. Hingga tahun 2012 peserta yang dijamin dalam Program Jamkesmas tersebut meliputi :
a.         Masyarakat miskin dan tidak mampu, yang telah ditetapkan oleh Keputusan Bupati/Walikota tahun 2008 berdasarkan kuota kabupaten/kota (BPS) yang dijadikan basis data (data base) nasional;
b.        Gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar, serta masyarakat miskin yang tidak memiliki identitas (atau kerap disebut sebagai peserta non-kartu);
c.         Semua Peserta Keluarga Harapan (PKH) baik yang sudah atau yang belum mempunyai kartu Jamkesmas).
d.        Semua penderita penyakit Thalasemia Mayor.
e.         Semua pasien yang menerima Jaminan Persalinan (Jampersal),
Kepesertaan Jamkesmas memiliki masa berlaku, yaitu semenjak ditetapkannya penggunaan kartu Jamkesmas oleh Kementrian Kesehatan hingga ditetapkannnya penggunaan kartu yang baru, yang berarti tidak berlakunya lagi kartu yang lama. Dengan adanya program ini tidak berarti semua masyarakat memiliki jaminan kesehatan, karena terdapat kuota dari pemerintah pusat. Hal ini menimbulkan kesulitan bagi masyarakat karena harus mengurus surat keterangan tidak mampu dengan tahapan mulai dari RT, RW, Lurah, Camat dan Puskesmas.

Inisiatif Best Practice Walikota Tangerang
Adanya program Jamkesmas yang hanya mencakup sebagian masyarakat dengan sejumlah syarat dan ketentuan yang berlaku, mendorong Walikota Tangerang Wahidin Halim, untuk menginisiasi program kesehatan masyarakat yang tidak terdaftar dalam Jamkesmas dan Jaminan kesehatan lain bagi para PNS, pegawai swasta dan lainnya yang belum memilik asuransi kesehatan. Pemerintah Kota meluncurkan Kartu Jaminan Kesehatan dengan nama Kartu Multiguna pada Tahun 2008 sebagai pelayanan dasar bagi masyarakat miskin dengan menitikberatkan programnya pada 1). Pembangunan Sarana dan Prasarana Kesehatan dan  2). Penyediaan Layanan Kesehatan Gratis melalui Program Kartu Multi Guna. Tujuan diluncurkannnya Kartu Multiguna ini adalah sebagai berikut:
-            Berkurangnya jumlah penduduk miskin di wilayah Kota Tangerang;
-            Meningkatnya aksesbilitas masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar terutama pendidikan, kesehatan dan prasarana dasar termasuk air minum dan sanitasi;
-            Berkurangnya beban pengeluaran masyarakat miskin terutama untuk pendidikan dan kesehatan, prasarana dasar khusunya air minum dan sanitasi, pelayanan KB dan kesejahteraan ibu, serta kecukupan pangan dan gizi;
-            Meningkatkan kualitas keluarga miskin.
-            Meningkatkan pendapatan dan kesempatan berusaha kelompok masyarakat miskin, termasuk penerbitan sertifikat tanah rumah tangga miskin, meningkatnya akses masyarakat miskin terhadap permodalan, bantuan teknis, dan berbagai sarana dan prasarana produksi.

Strategi dalam Pelaksanaan Program Multiguna
Embrio awal terbitnya program Kartu Multiguna adalah tidak mencukupinya kuota bagi peserta Jamkesmas, dalam hal ini memberikan inspirasi dibuatnya program yang dapat membantu masyarakat miskin dalam bidang kesehatan. Namun rencana besar Walikota Tangerang terhadap program kesehatan sebenarnya tidak hanya sebatas mengobati peserta yang sakit atau tindakan kuratif saja. Pemerintah Kota Tangerang juga memberikan tekanan lebih pada tindakan preventif, dalam arti masyarakat diajak untuk bersama-sama belajar mencegah terjangkitnya berbagai penyakit. Strategi yang dilakukan dalam pelaksanaan Program Multiguna diantaranya:
1.        Pembangunan Sarana Prasarana Kesehatan
Langkah ini dimulai dengan dibangunnya sarana prasarana kesehatan. Di Kota Tangerang terdapat 30 unit Puskesmas tanpa fasilitas perawatan. Perbandingan Puskesmas dengan jumlah kecamatan yang ada di Kota Tangerang adalah 1,92 berarti setiap kecamatan mempunyai 1-2 Puskesmas. Rasio jumlah Puskesmas terhadap jumlah penduduk Kota Tangerang tahun 2008 adalah 1 : 61.267 penduduk. Dilihat dari ratio tersebut jumlah Puskesmas di Kota Tangerang belum memadai, karena bila mengacu pada ketentuan bahwa setiap 30.000 penduduk dilayani oleh satu buah Puskesmas, maka diperlukan penambahan 27 buah Puskesmas lagi. Namun demikian, jumlah sarana pelayanan kesehatan baik melalui balai pengobatan, rumah bersalin, praktik dokter perorangan, maupun praktik bidan sudah cukup banyak keberadaannya sehingga kurangnya jumlah Puskesmas belum merupakan masalah. Untuk mengantisipasi keterbatasan tersebut pada tahun 2008 dibangun Puskesmas  Pembantu, yang berfungsi untuk meluaskan jangkauan puskesmas sejumlah 13 buah. Ratio Puskesmas Pembantu berbanding Puskesmas adalah 0,52, Artinya setiap 2 (dua) buah Puskesmas mempunyai 1 (satu) buah Puskesmas  Pembantu. Sementara itu umlah Puskesmas Keliling pada tahun 2008 sebanyak 14 buah. Ratio Puskesmas Keliling terhadap Puskesmas pada tahun 2008 sebesar 0,56.
2.        Program 1000 Posyandu
Selain membangun saran dan prasarana kesehatan, Pemerintah Kota Tangerang juga melakukan upaya mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan suatu pendekatan terpadu di tingkat desa melalui posyandu sebagai wadah peran serta masyarakat yang dibina oleh Puskesmas. Jumlah Posyandu yang ada di Kota Tangerang pada tahun 2008 ada 979 buah. Dibandingkan dengan jumlah Puskesmas rata-rata membina 39 buah Posyandu. Dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan Posyandu, maka perlu adanya koordinasi  lintas sektoral serta melibatkan masyarakat dan menggalang kemandirian masyarakat dalam kegiatan. Selain Posyandu juga telah berkembang bentuk-bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM), seperti Posyandu, Posyandu Plus, Posyandu Usila, Dana Sehat, Pos UKK, Toga, Polindes, Saka Bakti Husada, dan Pos Kesehatan Kelurahan. Sebagai wujud kepedulian, Pemerintah Kota Tangerang memberikan dana insentif kepada kader Posyandu, sebesar Rp. 6 Juta per tahun.
3.        ManajemenTerpadu Balita Sakit (MTBS)
Tujuan dari MTBS adalah:
-            Menurunkan secara signifikan angka kesakitan dan kematian yang terkait dengan penyebab utama pada balita.
-            Melalui peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan fasilitas kesehatan dasar.
-            Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak dan mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak, malaria, kurang gizi, dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut. MBTS diperkenalkan WHO dan UNICEF di Indonesia pada tahun 1997, diterapkan Depkes setelah melalui proses adaptasi bersama UKK IDAI.
4.        Promosi Kesehatan (Kegiatan PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat))
Sebagai upaya Pemerintah Kota Tangerang dalam mencegah timbulnya berbagai penyakit diwajibkan juga melakukan tindakan pencegahan sebagai berikut:
-            Pemberlakuan Peraturan Daerah tentang kebersihan, keindahan dan ketertiban secara konsisten, yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Tangerang demi mewujudkan Kota Tangerang yang bersih, indah dan tertib. Praktiknya dicontohkan langsung oleh walikota beserta seluruh aparatur pemerintah kota kepada masyarakatnya.
-            Peraturan Walikota Larangan Merokok di Lingkungan sekolah dan perkantoran milik Pemerintah Kota Tangerang.
-            Dibentuknya Kelurahan Siaga.
-            Pembudayaan hidup bersih dan sehat sedini mungkin pada anak sekolah melalui kegiatan UKS dan UKGS, penyuluhan dan sikat gigi bersama pada murid TK, SD kelas I, II dan III, pemeriksaan dan tindakan sederhana pada murid TK, SD kelas I, tindakan melapisi Fissure Gigi untuk mencegah karies / lubang gigi. Ditargetkan terdapat 1 SD percontohan maupun Puskesmas . Saat ini terdapat 30 SDN sebagai SD percontohan.
5.        Klinik Metadon
Klinik Metadon dibentuk dengan latar belakang:
-            Meningkatkan kewaspadaan terhadap peningkatan kasus HIV AIDS.
-            Resiko penularan tertinggi HIV AIDS pada saat ini sudah bergeser dari resiko hubungan seks bebas ke arah resiko penggunaan narkoba jarum suntik.
-            Grafik pengguna narkoba jarum suntik yang beresiko terkena HIV AIDS sebagian besar berasal dari  golongan usia produktif yang menjadi masa depan bangsa.
-            Angka penderita HIV AIDS akibat narkoba jarum suntik semakin meningkat dan dapat berakhir dengan kematian
-            Masih banyak pengguna narkoba suntik beresiko tinggi terkena HIV AIDS yang menutup diri sehingga memepersulit penanggulangan HIV AIDS di Kota Tangerang.
         Klinik Metadon ini merupakan klinik pertama di Provinsi Banten (Outlet Metadon Cibodasari) dan merupakan klinik pertama demngan layanan gratis di Indonesia serta klinik pertama dengan gedung tersendiri (terpisah dari Puskesmas). Klinik ini mulai beroperasi pada tanggal 16 Februari 2009 yaitu Outlet Metadon Cibodasari dan di Outlet Metadon Cipondoh pada tanggal 22 April 2010. Program Terapi Rumatan Metadon Kota Tangerang memiliki fasilitas antara lain:
-            Buka setiap hari;
-            Dilayani oleh Tim Khusus yang terdiri dari 1 dokter, 2 perawat dan 1 ahli farmasi terlatih;
-            Pendekatan berbeda (melalui pertemuan orang tua dan pertemuan pasien serta penjangkau dari pendampingan)
-            Terintegrasui dengan klinik VCT dan CST (tempat layanan konseling, Tes HIV, Perawatan dan Therapi) yang tersebar di empat lopkasi, yaitu:
·           VCT Edelweis (Puskesmas Cibodasari);
·           VCT Sehati (Puskesmas Gondrong);
·           VCT Anggrek (Puskesmas Ciledug);
·           VCT dan CST Bugenvil (RSUD Tangerang).

Program Kartu Multiguna merupaka sistem jaminan pembiayaan bagi masyarakat miskin dan masyarakat rentan Kota Tangerang. Sistem pembiayaan Multiguna bertujuan memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat sangat miskin, miskin dan mendekati miskin di Kota Tangerang sehingga derajat kesehatan masyarakat miskin dapat meningkat dan secara tidak langsung dapat meningkatkan  kualitas dan produktivitas sumber daya manusia. Program Kartu Multiguna diawali dengan melakukan pendataan terhadap masyarakat miskin, menjalin kerjasama dengan rumah sakit yang ada di Kota Tangerang, melibatkan Dinas Kesehatan, Kelurahan dan Kecamatan.
Seiring berjalannya waktu Kartu Multiguna sudah tidak digunakan lagi karena adanya kendala. Perbedaan kategori/indiKator masyarakat miskin (versi BPS, Bappenas dan lembaga lain) menyebabkan perbedaan sasaran miskin dan mengakibatkan harus adanya SK Parsial (SK Baru bagi para peserta baru). Hampir setiap bulan Walikota harus mengeluarkan SK karena adanya masyarakat miskin dengan kategori lain, sehingga banyak masalah lain muncul, disamping tidak efisien dari sisi anggaran.
Dengan berbagai kendala yang ditemui, Walikota Tangerang memutuskan bahwa mereka yang memiliki KTP dan KK (bagi pasien dengan usia di bawah 17 tahun) Kota Tangerang dapat berobat secara gratis (rawat inap kelas III) di semua Rumah Sakit yang sudah menjalankan kerjasama dengan Pemerintah Kota Tangerang. Rumah Sakit yang sudah menjalankan kerjasama dengan Pemerintah Kota Tangerang memilik spanduk untuk memudahkan masyarakat yang yang akan berobat. Saat ini, dengan menggunakan KTP atau KK saja masyarakat sudah dapat dilayani di Rumah Sakit Kota Tangerang. Program Kartu Multiguna telah berubah nama menjadi Progam Multiguna sebagai program pembangunan Kota Tangerang. Program Multiguna ini meliputi pelayanan bidang:
1.        Kesehatan
-                    Pelayanan kesehatan dasar di seluruh Puskesmas se Kota Tangerang;
-                    Pelayanan persalinan normal di bidan desa yang telah ditunjuk Puskesmas;
-                    Pelayanan rawat jalan pasca operasi di rumah sakit;
-                    Rawat inap di rumah sakit;
2.        Pendidikan meliputi pendidikan gratis pada sekolah negeri untuk Tingkatan SD, SMP, SMA dan SMK di wilayah Kota Tangerang.
3.        Sosial meliputi pembagian beras miskin dan subsidi lainnya. Tempat pelayanan pembagian beras miskin adalah di masing-masing kecamatan atau lokasi yang telah ditunjuk.
Media sosialisasi dan informasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang terhadap Program Multiguna diantaranya melalui dialog Walikota Tangerang dengan masyarakat (forum formal dan informal), media cetak lokal “Koran Kota Benteng” yang terbit setiap hari kamis per minggunya, Pola seperti MLM (Multi Level Marketing) dengan masyarakat yang sudah merasakan manfaat program akan bercerita (mouth to mouth), menyebarkan informasi dan mengajak para tetangga dan saudara akan adanya program gratis di Kota Tangerang.

Perkembangan Sasaran Program Multiguna Tahun 2008 - 2013
35 Rumah Sakit Bentuk Kerjasama Program Multiguna di Kota Tangerang
Pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kota Tangerang meliputi rawat jalan dan rawat inap baik di puskesmas maupun di rumah sakit yang bekerja sama. Jenis pelayanan yang diterima adalah semua pelayanan diberikan sesuai standar pelayanan medis yang berlaku, meliputi:
1.        Pelayanan rawat jalan yang mencakup:
-                    Pelayanan haemodialisa;
-                    Pelayanan kemoterapi;
-       Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis pada unit rawat jalan (kontrol paska operasi, control paska non oiperasi dan control paska kemoterapi) dengan jangka waktu maksimum 30 (tiga puluh) hari setelah pasien pulang;
-                    Pelayanan One Day Care (ODC);
2.        Pelayanan rawat inap yang mencakup:
-       Perawatan kelas III;
-       Pemeriksaan dokter;
-       Pemeriksan penunjang;
-       Obat-obatan dan alat kesehatan;
-       Tindakan medis;
-       Observasi;
-       Perawatan perinatologi, ICU, HCU, ISOLASI, NICU dan ICCU.
3.        Pelayanan Gawat darurat yang meliputi:
-       Pemeriksaan dokter;
-       Pemeriksan penunjang;
-       Obat-obatan dan alat kesehatan;
-       Tindakan medik;
4.        Pelayanan Kamar Operasi dan Kamar Bersalin, yang meliputi:
       Pelayanan dan tindakan di kamar operasi dan kamar bersalin, termasuk kasus gawat darurat, dimana pasien harus segera dilakukan pertolongan, dan tindakan dikerjakan sesuai dengan standar medis yang berlaku.
5.        Pelayanan kesehatan diberikan kepada peserta pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kota Tangerang di wilayah Kota Tangerang dengan tanpa membatasi jenis penyakit
6.        Obat-obatan, alat kesehatan, alat kedokteran dan penunjang medis yang tidak termasuk dalam tarif kesepakatan, maka harus mendapatkan persetujuan dari pihak pertama.
7.        Pelayanan transportasi (ambulance) dapat diberikan di dalam wilayah Kota Tangerang dan di luar wilayah Kota Tangerang (rumah sakit yang berkerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Tangerang)

Sumber dana Program Multiguna berasal dari APBD, DPA, Dinas Kesehatan, dengan mata anggaran program upaya kesehatan masyarakat kegiatan pembiayaan kesehatan bagi masyarakat Kota Tangerang.

Realisasi Pembiayaan Jaminan Pelayanan Kesehatan Kota Tangerang di Rumah Sakit
       
Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Subsistem pembiayaan kesehatan adalah bentuk dan cara penyelenggaraan berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.Tujuan dari  penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, merata dan termanfaatkan secara berhasilguna dan berdaya guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Unsur-unsur Pembiayaan Kesehatan antara lain:
a.    Dana
Dana digali dari sumber pemerintah baik dari sektor kesehatan dan sektor lain terkait, dari masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana yang tersedia harus mencukupi dan dapat dipertanggung-jawabkan.
b.    Sumber daya
Sumber daya pembiayaan kesehatan terdiri dari: SDM pengelola, standar, regulasi dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan.
c.    Pengelolaan Dana Kesehatan
Prosedur/Mekanisme Pengelolaan Dana Kesehatan adalah seperangkat aturan yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, baik oleh Pemerintah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan.

Prinsip Subsistem Pembiayaan Kesehatan antara lain:
a.    Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang berasal dari pemerintah untuk upaya kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja, baik Pusat maupun daerah, sekurang-kurangnya 5% dari PDB atau 15% dari total anggaran pendapatan dan belanja setiap tahunnya. Pembiayaan kesehatan untuk orang miskin dan tidak mampu merupakan tanggung jawab pemerintah.Dana kesehatan diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan serta terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan, akuntabel, berhasil guna dan berdaya guna, memperhatikan subsidiaritas dan fleksibilitas, berkelanjutan, serta menjamin terpenuhinya ekuitas.
b.    Dana Pemerintah ditujukan untuk pembangunan kesehatan, khususnya diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan dengan mengutamakan masyarakat rentan dan keluarga miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta. Selain itu, program-program kesehatan yang mempunyai daya ungkit tinggi terhadap peningkatan derajat kesehatan menjadi prioritas untuk dibiayai.
Dalam menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan, maka sistem pembayaran pada fasilitas kesehatan harus dikembangkan menuju bentuk pembayaran prospektif. Adapun pembelanjaan dana kesehatan dilakukan melalui kesesuaian antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan dengan tujuan pembangunan kesehatan.
c.    Dana kesehatan diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan dan masyarakat melalui pengembangan sistem jaminan kesehatan sosial, sehingga dapat menjamin terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Setiap dana kesehatan digunakan secara bertanggung-jawab berdasarkan prinsip pengelolaan kepemerintahan yang baik  (good governance), transparan, dan mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku.
d.    Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalui penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal: dana sehat) atau memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun (misal: dana sosial keagamaan) untuk kepentingan kesehatan.
e.    Pada dasarnya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan pembiayaan kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun untuk pemerataan pelayanan kesehatan, pemerintah menyediakan dana perimbangan (maching grant) bagi daerah yang kurang mampu.

Penyelenggaraan Pembiayaan Kesehatan
Subsistem pembiayaan kesehatan merupakan suatu proses yang terus-menerus dan terkendali, agar tersedia dana kesehatan yang mencukupi dan berkesinambungan, bersumber dari pemerintah, swasta, masyarakat, dan sumber lainnya. Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan dilakukan melalui penggalian dan pengumpulan berbagai sumber dana yang dapat menjamin kesinambungan pembiayaan pembangunan kesehatan, mengalokasikannya secara rasional, menggunakannya secara efisien dan efektif.
Dalam hal pengaturan penggalian dan pengumpulan serta pemanfaatan dana yang bersumber dari iuran wajib, pemerintah harus melakukan sinkronisasi dan sinergisme antara sumber dana dari iuran wajib, dana APBN/APBD, dana dari masyarakat, dan sumber lainnya.
a.         Penggalian dana
Penggalian dana untuk upaya pembangunan kesehatan yang bersumber dari pemerintah dilakukan melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan atau pinjaman yang tidak mengikat, serta berbagai sumber lainnya; dana yang bersumber dari swasta dihimpun dengan menerapkan prinsip public-private partnership yang didukung dengan pemberian insentif; penggalian dana yang bersumber dari masyarakat dihimpun secara aktif oleh masyarakat sendiri atau dilakukan secara pasif dengan memanfaatkan berbagai dana yang sudah terkumpul di masyarakat.
Penggalian dana untuk pelayanan kesehatan perorangan dilakukan dengan cara penggalian dan pengumpulan dana masyarakat dan didorong pada bentuk jaminan kesehatan.
b.        Pengalokasian Dana
Pengalokasi dana pemerintah dilakukan melalui perencanaan anggaran dengan mengutamakan upaya kesehatan prioritas, secara bertahap, dan terus ditingkatkan jumlah pengalokasiannya sehingga sesuai dengan kebutuhan.
Pengalokasian dana yang dihimpun dari masyarakat didasarkan pada asas gotong-royong sesuai dengan potensi dan kebutuhannya. Sedangkan pengalokasian dana untuk pelayanan kesehatan perorangan dilakukan melalui kepesertaan dalam jaminan kesehatan.
c.         Pembelanjaan
Pemakaian dana kesehatan dilakukan dengan memperhatikan aspek teknis maupun alokatif sesuai peruntukannya secara efisien dan efektif untuk terwujudnya pengelolaan pembiayaan kesehatan yang transparan, akuntabel serta penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance).
Pembelanjaan dana kesehatan diarahkan terutama melalui jaminan kesehatan, baik yang bersifat wajib maupun sukarela. Hal ini termasuk program bantuan sosial dari pemerintah untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu (Jamkesmas).

Permasalahan-Permasalahan dalam Program Multiguna
            Embrio awal di munculkan program ini adalah melindungi derajat kesehatan masyarakat di Kota Tangerang tanpa membedakan kelas sosial baik kaya atau miskin, di awali dengan alat identitas berupa Kartu Multiguna hingga menggunakan KTP dan KK (untuk penduduk di bawah usia 17 tahun) sebagai alat identitas untuk mendapat faslitas kesehatan secara gratis. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pelaksaan Program Multiguna antara lain:
-            Indikator dan kategori miskin berbeda-beda (misalnya versi BPS berbeda dengan Bappenas), dan menimbulkan potensi konflik terhadap sasaran miskin.
-            Sering terjadinya salah sasaran penerima Kartu Multiguna karena status sosial (kaya/msikin).
-            Banyak masyarakat yang tidak terdaftar atau bertambah di luar data karena mobilitas penduduk Kota Tangerang (adanya perpindahan dan pertumbuhan penduduk).
-            Banyak masyarakat yang protes karena tidak mendapat “ Kartu Multuiguna”.
-            Selalu membuat SK Parsial (SK baru) setiap bulan karena adanya tambahan peserta Kartu Multiguna.
-            Kendala pada fasilitas dan prasarana kesehatan:
·      Keterbatasan Ruang Perawatan kelas III di Rumah sakit;
·      Belum semua Rumah sakit yang berkerja sama memiliki ruang ICU/fasilitasi perawatan khusus;
·      Belum semua RS memiliki tenaga dokter subspesialis;
·      Masih adanya masyarakat yang tidak memiliki dokumen kependudukan.

Program Multiguna ditinjau dari Teori Pelayanan Publik
Pengertian dalam konteks ke-Indonesia-an, penggunaan istilah pelayanan publik (public service) dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum atau pelayanan masyarakat. Oleh karenanya ketiga istilah tersebut dipergunakan secara interchangeable, dan dianggap tidak memiliki perbedaan mendasar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian pelayanan bahwa “pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Sedangkan pengertian service dalam Oxford (2000) didefinisikan sebagai “a system that provides something that the public needs, organized by thegovernment or a private company”. Oleh karenanya, pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sementara istilah publik, yang berasal dari bahasa Inggris (public), terdapat beberapa pengertian, yang memiliki variasi arti dalam bahasa Indonesia, yaitu umum,masyarakat, dan negara. Public dalam pengertian umum atau masyarakat dapat kita temukan dalam istilah public offering (penawaran umum), public ownership (milik umum), dan public utility (perusahaan umum), public relations (hubungan masyarakat), public service (pelayanan masyarakat), public interest (kepentingan umum) dan sebagainya. Sedangkan dalam pengertian negara salah satunya adalah public authorities (otoritas negara), public building (bangunan negara), public revenue (penerimaan negara) dan public sector (sektor negara). Dalam hal ini, pelayanan publik merujuk pada istilah publik lebih dekat pada pengertian masyarakat atau umum. Namun demikian pengertian publik yang melekat pada pelayanan publik tidak sepenuhnya sama dan sebangun dengan pengertian masyarakat. Nurcholish (2005: 178) memberikan pengertian publik sebagai sejumlah orang yang mempunyai kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.
Sementara karakteristik khusus dari pelayanan publik yang membedakannya dari pelayanan swasta adalah: a). Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa, dan barang tak nyata. Misalnya perijinan, sertifikat, peraturan, informasi keamanan, ketertiban, kebersihan, transportasi dan lain sebagainya. b). Selalu terkait dengan jenis pelayanan-pelayanan yang lain, dan membentuk sebuah jalinan sistem pelayanan yang berskala regional, atau bahkan nasional. Contohnya dalam hal pelayanan transportasi, pelayanan bis kota akan bergabung dengan pelayanan mikrolet, bajaj, ojek, taksi dan kereta api untuk membentuk sistem pelayanan angkutan umum di Jakarta. c). Pelanggan internal cukup menonjol, sebagai akibat dari tatanan organisasi pemerintah yang cenderung birokratis. Dalam dunia pelayanan berlaku prinsip utamakan pelanggan eksternal lebih dari pelanggan internal. Namun situasi nyata dalam hal hubungan antar lembaga pemerintahan sering memojokkan petugas pelayanan agar mendahulukan pelanggan internal. d). Efisiensi dan efektivitas pelayanan akan meningkat seiring dengan peningkatan mutu pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi masyarakat, maka semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dengan demikian akan semakin tinggi pula peran serta masyarakat dalam kegiatan pelayanan. e). Masyarakat secara keseluruhan diperlakukan sebagai pelanggan tak langsung, yang sangat berpengaruh kepada upaya-upaya pengembangan pelayanan. Desakan untuk memperbaiki pelayanan oleh polisi bukan dilakukan oleh hanya pelanggan langsung (mereka yang pernah mengalami gangguan keamanan saja), akan tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat. f). Tujuan akhir dari pelayanan publik adalah terciptanya tatanan kehidupan masyarakat yang berdaya untuk mengurus persoalannya masing-masing.
Pelayanan pemerintah tidak mengenal “bottom line” artinya seburuk apapun kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal istilah bangkrut. Berbeda dengan mekanisme pasar yang memiliki kelemahan dalam memecahkan masalah eksternalities, organisasi pelayanan pemerintah menghadapi masalah berupa internalities. Artinya, organisasi pemerintah sangat sulit mencegah pengaruh nilai-nilai dan kepentingan para birokrat dari kepentingan umum masyarakat yang seharusnya dilayaninya. Di sisi lain, sektor swasta berperan dalam hal penyediaan barang dan jasa yang bersifat privat. Situasi persaingan selalu timbul dalam penyelenggaraan penyediaan barang dan jasa oleh sektor swasta. Ada kalanya pemerintah juga menyediakan layanan barang privat. Untuk menghindari crowding out effect, dimana pemerintah lebih berperan sebagai kompetitor pemain pasar lainnya, perlu diatur secara jelas, mana barang dan jasa yang harus diserahkan ke swasta, mana yang dapat dikerjakan secara bersama-sama, dan murni dikerjakan oleh pemerintah. Paradigma Pelayanan Pelayanan publik adalah identik dengan representasi dari eksistensi birokrasi pemerintahan, karena berkenaan langsung dengan salah satu fungsi pemerintah yaitu memberikan pelayanan.
Oleh karenanya sebuah kualitas pelayanan publik merupakan cerminan dari sebuah kualitas birokrasi pemerintah. Di masa lalu, paradigma pelayanan publik lebih memberi peran yang sangat besar kepada pemerintah sebagai sole provider.Peran pihak di luar pemerintah tidak pernah mendapat tempat atau termarjinalkan. Masyarakat dan dunia swasta hanya memiliki sedikit peran dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pada tahun 1990-an terjadi reformasi di sektor publik. Hal ini terjadi karena terjadi kesalahan dalam memahami (mitos) upaya perbaikan kinerja pemerintah. Berkenaan dengan hal tersebut, Osborne & Plastrik (1996: 13) menjelaskan 5 mitos diseputar reformasi sektor publik, yaitu: 1). Mitos Liberal, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui pembelanjaan yang lebih dan bekerja lebih banyak (spending more and doing more). Dalam kenyataannya, menganggarkan banyak uang kepada sistem yang disfungsional tidak menghasilkan hasil yang signifikan. 2). Mitos Konservatif, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui pembelanjaan yang dikurangi dan bekerja lebih sedikit (spending less and doing less). Dalam kenyataannya, penghematan yang dilakukan pemerintah terhadap anggarannya tidak menolong kinerja pemerintah menjadi lebih baik. 3). Mitos Bisnis, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalu penyelenggaraan pemerintahan yang meniru teknik penyelenggaraan bisnis. Dalam kenyataannya, walaupun metafora bisnis dan teknik manajemen seringkali menolong, namun ada perbedaan kritis antara realitas sektor publik dan bisnis. 4). Mitos Pekerja, bahwa kinerja pegawai pemerintah dapat meningkat apabila mempunyai uang yang cukup. Dalam kenyataannya kita harus mengubah cara sumber daya dimanfaatkan jika kita ingin mengubah hasil. 5). Mitos Rakyat, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui perekrutan sumber daya manusia yang lebih baik. Dalam kenyataannya, masalahnya bukan terletak pada sumber daya, akan tetapi sistemlah yang menjebak mereka. Oleh karenanya berkenaan dengan reformasi di sektor publik, salah satu prinsip penting yang merubah paradigma pelayanan publik adalah prinsip streering rather than rowing. Berkenaan dengan prinsip ini, pemerintah diharapkan untuk lebih berperan sebagai pengarah daripada sekedar pengayuh. Fungsi pengayuh bisa dilakukan secara lebih efisien oleh pihak lain yang profesional. Prinsip ini menjelaskan bahwa pemerintah tidak dapat secara terus menerus bekerja sendirian, dan harus mulai mengubah paradigma pelayanan agar tujuan dari penyelenggaraan pelayanan dapat tercapai lebih baik lagi. Masih banyak prinsip-prinsip yang dikenalkan dalam konsep ini,namun intinya adalah semuanya mengubah cara pandang kita terhadap cara kerja pemerintahan. Semangat entrepreneurial government ini lebih didasarkan pada pengalaman yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Amerika Serikat. Konsep lain yang sebenarnya telah lebih dulu eksis dan memiliki kemiripan dengannya adalah New Public Management (NPM) yang dipelopori oleh Inggris dengan gerakan privatisasi pada masa kepemimpinan Margaret Thatcher.
Pada masa Thatcher, privatisasi untuk pertama kalinya diselenggarakan terhadap perusahaan milik negara dengan tujuan untuk menyehatkan perusahaan negara. Gerakan ini menjadi tren di dunia manajemen BUMN. Banyak negara yang kemudian meniru pola privatisasi Inggris ini, termasuk juga New Zealand, dan menyebar ke seluruh dunia. Dengan paradigma baru di bidang pelayanan yang dilandasi oleh filosofi entrepreneurial government dan new public management inilah maka cara pandang tradisional terhadap peran pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan publik haruslah diubah. Osborne dan Plastrik (1996) menjelaskan 5 strategi penting untuk mewujudkannya, yaitu: 1). Strategi inti: menciptakan kejelasan tujuan. 2). Strategi konsekuensi: menciptakan konsekuensi untuk kinerja. 3). Strategi pelanggan: menempatkan pelanggan di posisi penentu 4. Strategi pengendalian: memindahkan pengendalian dari puncak dan pusat. 5). Strategi budaya: menciptakan budaya wira usaha Dalam perspektif lain, secara umum pergeseran paradigma pelayanan adalah pergeseran dari birokrasi yang “dilayani” menjadi birokrasi yang “melayani”. Fungsi pelayanan yang diemban dan melekat pada birokrasi, tidak serta merta menempatkan warga masyarakat sebagai kelompok pasif. Dalam hal ini partisipasi masyarakat dalam pelayanan harus ditingkatkan, karena sejalan dengan misi pemberdayaan yang harus lebih diutamakan (empowering rather than serving). Pemberdayaan ini akan menuntun pada adanya peningkatan partisipasi warga masyarakat dalam pelayanan publik. Partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik dikenal dengan konsep co-production. Konsep ini dikenal pertama kali dan dikembangkan sejak tahun 1980-an,ketika pakar administrasi publik dan politik urban membangun teori yang menjelaskan kegiatan kolektif dan peran kritis dari keterlibatan warga masyarakat dalam penyediaan pelayanan barang dan jasa. Pada dasarnya teori co-production mengkonseptualisasi pemberian layanan baik sebagai sebuah penataan maupun proses, di mana pemerintah dan masyarakat membagi tanggung jawab (co joint responsibility) dalam menyediakan pelayanan publik. Sehingga di sini kita tidak lagi membedakan warga masyarakat sebagai pelanggan tradisional dengan pemerintah sebagai penyedia layanan. Kedua pihak dapat bertindak sebagai bagian dari pemberi layanan. Secara singkat, teori co-production dalam pelayanan publik dapat dipahami dengan memahami konsep-konsep pelanggan dan produksi di sektor publik, yaitu consumer produser, regular producer dan co-production. Menurut Parks consumer producers adalah pihak yang berhubungan dengan produksi yang pada akhirnya akan mengkonsumsi akhir dari produk yang dibuatnya. Di sisi lain, regular producers adalah yang menyelenggarakan proses produksi, yang akan merubah output menjadi pembayaran, yang pada akhirnya akan membelanjakannya untuk barang dan jasa lainnya.
Dalam hal ini co-production memerlukan kedua pihak berkontribusi input pada proses produksi untuk barang dan jasa tertentu. Dengan kata lain, dalam banyak pelayanan, proses produksi output dan outcome memerlukan partisipasi aktif dari penerima layanan barang dan jasa. Menurut Cooper sebagaimana dikutip oleh McLaverty (2002: 15) menjelaskan bahwa partisipasi public terutama dalam proses pengambilan keputusan adalah sarana untuk memenuhi hak dasar sebagai warga. Pada akhirnya tujuan dari partisipasi publik adalah untuk mendidik dan memberdayakan warga. Sedangkan menurut Marschall (2004: 231), tujuan dari partisipasi publik adalah pada dasarnya untuk mengkomunikasikan dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan sebagaimana juga membantu dalam pelaksanaan pelayanan. Heller dalam Rich (1995: 660) menjelaskan dua bentuk dasar partisipasi, yaitu partisipasi akar rumput (grass-root participation) yang mengacu pada organisasi dan gerakan sosial yang didasarkan pada inisiatif warga yang memilih tujuan dan metoda mereka sendiri, dan partisipasi mandat pemerintah (government-mandated participation) yang melibatkan persyaratan hukum di mana akan ada kesempatan bagi masukan warga terhadap pengambilan keputusan (kebijakan) atau pelaksanaan sebuah lembaga. Secara sederhana Cooper (Lynch, 1983: 14-15) membedakan partisipasi ke dalam partisipasi tidak langsung (indirect participation) dan partisipasi langsung (direct participation). Partisipasi tidak langsung, misalnya, partisipasi dalam hal penyelenggaraan negara dengan memilih wakilnya untuk duduk di kursi parlemen. Sama halnya ketika menyuarakan pendapat untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintah melalui media massa dan sebagainya. Sementara partisipasi langsung bias berupa keterlibatan secara langsung warga dalam penyelenggaraan pemerintah, seperti menjadi komisi penasihat, aktivitas dengar pendapat, keterlibatan di kelompok-kelompok kepentingan dan partisipasi dalam lembaga pemerintah yang menyelenggarakan kegiatan pemberian pelayanan umum. Oleh karenanya penyelenggaraan pelayanan umum haruslah mendapat dukungan partisipasi dari masyarakat. Konsep partisipasi masyarakat terhadap fungsi pelayanan yang diberikan pemerintah dapat berupa partisipasi dalam hal mentaati pemerintah, membangun kesadaran hukum, kepedulian terhadap peraturan yang berlaku, dan dapat juga berupa dukungan nyata dengan membantu secara langsung proses penyelenggaraan pelayanan umum.

Kesimpulan
            Program Pembangunan yang difokuskan pada jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat Kota Tangerang tertuang dalam Program Multiguna mengalami proses yang cukup panjang . Program ini bermetamorfosis dari penggunaan Kartu Multiguna hingga hanya menggunakan KTP dan KK (bagi penduduk di bawah usia 17 tahun) sebagai identitas  untuk dapat berobat secara gratis. Hal ini juga diperkuat dengan payung hukum yaitu: Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 903/MENKES/PER/V/ 2011 tentang Pedoman Jaminan Kesehatan Masyarakat , Bahwa pemerintah daerah berkontribusi dalam menunjang dan melengkapi pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di daerahnya masing-masing.
Program Multiguna yang digulirkan Pemerintah Kota Tangerang merupakan program yang membantu Pemerintah Pusat dalam hal perlindungan kesehatan sebagai kebutuhan dasar seluruh rakyat dan merupakan pendamping dari Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat). Negara wajib melindungi seluruh rakyat agar terjamin kesehatannya, di era desentralisasi saat ini daerah otonom diberikan kewenangan untuk berkreasi memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakatnya. Hal ini telah dibuktikan Pemerintah Kota Tangerang yang memberikan jaminan kesehatan kepada seluruh masyarakat Kota Tangerang yang dibuktikan dengan kepemilikan KTP atau KK (untuk  penduduk di bawah umur 17 tahun) program Multiguna ini telah digulirkan untuk masyarakat Kota Tangerang sejak 2012. Hasil dari program tersebut telah dirasakan oleh Masyarakat Tangerang berupa peningkatan kualitas derajat kesehatan.
Kerjasama Pemerintah Kota Tangerang dengan 35 Rumah Sakit di sekitar Kota Tangerang memberikan bukti nyata tanggung jawab Pemerintah Daerah untuk masyarakatnya. Mengakomodir keterbatasan jumlah tempat tidur (pasien rawat inap) di 35 rumah sakit yang berkerja sama dengan Pemerintah Kota Tangerang, maka Pemerintah Kota Tangerang membangun Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tangerang dengan menerapkan Rumah Sakit Non Kelas (tidak ada kelas I,II dan III) yang berarti semua tipe kamar sama. Tujuannnya adalah agar RSUD Kota Tangerang dapat memberikan pelayanan yang maksimal terhadap masyarakat dalam rangka implementasi Program Multiguna. Pihak yang terlibat dalam pembangunan  rumah sakit ini adalah Dinas Tata Kota Tangerang, Dinas Kesehatan Kota Tangerang, Bappeda, Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) dan Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Tangerang.
Upaya-Upaya yang dilakukan  Pemerintah Kota Tangerang dalam mengatasi permasalahan terkait Program Multiguna antara lain:
-            Membuat kebijakan untuk tidak menggunakan Kartu Multiguna dan diganti dengan menunjuikan KTP dan KK (bagi masyarakat usia di bawah 17 tahun). Ini berlaku bagi seluruh masyarakat Kota Tangerang, yang berhak berobat gratis di 35 Rumah Sakit yang sudah berkerja sama dengan Pemerintah Kota Tangerang.
-            Rapat evaluasi pelaksanaan Program Multiguna oleh Walikota setiap senin minggu pertama setiap bulannya dengan SKPD, Kepala Rumah Sakit, Camat, Lurah, UPTD.
-            Sidak langsung ke Puskesmas dan Rumah Sakit yang ada di Kota Tangerang.
-            Kunjungan kerja ke 13 kecamatan 1 bulan sekali untuk berdialog dengan masyarakat kota Tangerang karena Program Multiguna juga terintegrasi dengan program pembangunan lainnya.
-            Untuk menghindari KTP ganda dan penyalahgunaan KTP dari mereka yang sebenarnya bukan masyarakat Kota Tangerang diterapkan syarat pembuatan KTP yang ketat.
-            Membangun Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tangerang.
Dengan melakukan upaya-upaya di atas diperoleh hasil yang signifikan terkait pelaksanaan Program Multiguna antara lain:
1.        80% pelayanan sudah tercapai dari jumlah penduduk Kota Tangerang 1.918.558 orang (sumber BPS Kota Tangerang, Profil Tahun 2012) terpenuhinya jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat Kota Tangerang tanpa membedakan status sosial (kaya/miskin);
2.        Pengetahuan masyarakat tewrhadap kesehatan meningkat karena terintegrasinya prohram kesehatan dengan program pembangunan lainnya.
3.        Angka Harapan Hidup dan Angka Kematian: 69,6 (sumber Statistik Kota Tangerang, Angka kematian bayi: 1,2 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Kematian Ibu : 36,2 per 100 ribu).
4.        Dengan hanya menggunakan KTP dan KK (penduduk dibawah usia 17 tahun) untuk berobat gratis, memberikan dampak positif baik bagi Dinas Kependudukan dalam tertibnya pendataan identitas masyarakat Kota Tangerang yaitu validitas data kependudukan Kota Tangerang  lebih baik.
5.        Program Multiguna Kota Tangerang meraih penghargaan Innovative Government Award dari Kemendagri untuk kategori pelayanan public karena Pemerintah Kota Tangerang dinilai berhasil meningkatkan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, lewat program jaminan gratis atau Program Multiguna ini.
6.        Program ini juga mampu memberikan kemudahan dan mempersingkat alur pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat.
Keberhasilan program di daerah tidak terlepas dari banyaknya kendala dan tantangan yang dihadapi sebelumnya, tidak terkecuali bagi Pemerintah Kota Tangerang dalam upaya memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat. Pada awalnya, ketika program mulai berjalan ternyata pola yang diterapkan kurang menyentuh sasaran. Hal ini memberikan inspirasi bagi kepala daerah dan jajaran SKPD untuk terus berproses pada implementasi yang lebih baik. Berbagai proses telah berjalan, evaluasi dan monitoring terlaksana demi terwujudnya masyarakat yang sehat dan memiliki pengetahuna kesehatan. Koordinasi dan komunikasi antara pemangku kepentingan, Kepala Rumah Sakit dan jajaran pemerintahan diperlukan untuk saling bersinergi dalam tujuan yang sama memberikan pelayanan dan pengetahuan kesehatan secara adil dan merata bagi masyarakat Kota Tangerang. Kesehatan adalah hak dasar, semua masyarakat yang memiliki identitas KTP dan KK Kota Tangerang memiliki  hak yang sama terhadap jaminan pemeliharaan kesehatan.
Program Multiguna Kota Tangerang bisa diterapkan pada kab/kota lain karena setiap masyarakat Indonesia memiliki hak yang sama terhadap jaminan pemeliharaan kesehatan. Kemampuan dan kemauan kepala daerah beserta jajaran aparatur pemerintah ditantang untuk mendesain program sesuai dengan karakter dan kondisi daerah masing-masing. Tersedianya sarana dan prasarana infrastruktur dan kedisiplinan mengawal jalannya pelaksanaan program evaluasi dan perbaikan yang terus menerus mengantarkan pada kesuskesan program di daerah yang dipimpinannya.
Program pembangunan yang menitikberatkan pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang diberikan Pemerintah Kota Tangerang secara gratis. Diskriminasi terkait pelayanan kesehatan gratis antar warga miskin dan kaya betul-betul telah hilang, tidak ada sekat batas terkait pelayanan kesehatan di Kota Tangerang. Terbukti dengan adanya kerjasama dengan 35 rumah sakit di sekitar Kota Tangerang serta RSUD Kota Tangerang yang tidak membedakan kelas pelayanan (non kelas) membuktikan good will Pemerintah Kota Tangerang untuk memberikan yang terbaik dalam hal pelayanan kesehatan baik tindakan preventif maupun represif. Bentuk pelayanan publik ini harus di reflikasi oleh daerah lain sehingga di era otonomi ini seluruh rakyat Indonesia terjamin kualitas kesehatan dan kesejahteraan serta jauh dari kemiskinan karena faktor kesehatan.



























Daftar Pustaka

Atep Adya Barata. (2003). Dasar-dasar Pelayanan Prima. Gramedia. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Joshi, Anuradha and Mick Moore. (2003). Institutionalised Co-production: Unorthodox Public Service Delivery in Challenging Environments. The Institute of Development Studies Brighton. 
Lembaga Administrasi Negara. (2003). Penyusunan Standar Pelayanan Publik. LAN. Jakarta.
Marschall, Melissa J. (2004). Citizen Participation and the Neighborhood Context: A New Look at the Coproduction of Local Public Goods. Political Research Quarterly. Academic Research Library.
McLaverty, Peter. (2002). Public Participation and Innovations in Community Governance. Ashgate. England.
Nurcholis, Hanif. (2005). Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. PT. Grasindo. Jakarta
Osborne, David & Ted Gaebler. (1992). Reinventing Government. Addison- Wesley Publishing Company. Massachusetts.
Osborne, David & Peter Plastrik, (1996). Banishing Bureaucracy: The Five Strategies for Reinventing Government, Addison-Wesley Publishing Company. Massachusetts.
Ostrom, Elinor. (1996). Crossing the Great Divide: Coproduction, Synergy, and Development." World Development.
Salamon, Leister M. (1995) Partners in Public Service. Baltimore. The John Hopkins University Press.
Dokumen Best Practice Volume 9.

No comments:

Post a Comment