PROGRAM
MULTIGUNA BENTUK
TANGGUNGJAWAB JAMINAN KESEHATAN
PEMERINTAH KOTA TANGERANG PADA WARGANYA
Pendahuluan
Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen
konstitutif dalam proses kehidupan seseorang. Tanpa kesehatan, tidak mungkin
bisa berlangsung aktivitas seperti biasa. Dalam kehidupan berbangsa,
pembangunan kesehatan sesungguhnya bernilai sangat investatif. Nilai
investasinya terletak pada tersedianya sumber daya yang senantiasa “siap pakai”
dan tetap terhindar dari serangan berbagai penyakit. Namun, masih banyak orang
menyepelekan hal ini. Negara, pada beberapa kasus, juga demikian, minimnya
anggaran negara yang diperuntukkan bagi sektor kesehatan, dapat dipandang
sebagai rendahnya apresiasi akan pentingnya bidang kesehatan sebagai
elemen penyangga, yang bila terabaikan akan menimbulkan rangkaian problem baru
yang justru akan menyerap keuangan negara lebih besar lagi. Sejenis pemborosan
baru yang muncul karena kesalahan kita sendiri.
Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010, pada prinsipnya
menyiratkan pendekatan sentralistik dalam penyelenggaraan pembangunan
kesehatan, sebuah paradigma yang nyatanya cukup bertentangan dengan sistem
desentralisasi, dimana kewenangan daerah menjadi otonom untuk menentukan arah
dan model pembangunan di wilayahnya tanpa harus terikat jauh dari pusat. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) terdiri atas :
1.
Upaya Kesehatan.
2.
Pembiayaan
Kesehatan.
3.
Sumber Daya
Manusia Kesehatan.
4.
Sumber Daya
Obat dan Perbekalan Kesehatan.
5.
Pemberdayaan
Masyarakat.
6.
Manajemen
Kesehatan.
Sebagai subsistem penting dalam penyelenggaraan
pembanguan kesehatan, terdapat beberapa faktor penting dalam pembiayaan
kesehatan yang mesti diperhatikan. Pertama, besaran (kuantitas) anggaran
pembangunan kesehatan yang disediakan pemerintah maupun sumbangan sektor
swasta. Kedua, tingkat efektifitas dan efisiensi penggunaan (fungsionalisasi)
dari anggaran yang ada.
Terbatasnya anggaran kesehatan di negeri ini,
diakui banyak pihak, bukan tanpa alasan. Berbagai hal bias dianggap sebagai
pemicunya. Selain karena rendahnya kesadaran pemerintah untuk menempatkan
pembangunan kesehatan sebagai sektor prioritas, juga karena kesehatan belum
menjadi komoditas politik yang laku dijual di negeri yang sedang mengalami
transisi demokrasi ini. Ironisnya, kelemahan ini bukannya tertutupi dengan penggunaan
anggaran yang efektif dan efisien akibatnya, banyak kita jumpai penyelenggaraan
program-program kesehatan yang hanya dilakukan secara asal-asalan dan tidak
tepat fungsi.
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan
berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari
pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan pelayanan
kesehatan dan akses (equitable access to
health care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality) . Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di
suatu negara seyogyanya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan
kesehatan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity),
efisiensi (efficiency) dan
efektifitas (effectiveness) dari
pembiayaan kesehatan itu sendiri.
Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu
negara diarahkan kepada beberapa hal pokok yakni; kesinambungan pembiayaan
program kesehatan prioritas, reduksi pembiayaan kesehatan secara tunai
perorangan (out of pocket funding),
menghilangkan hambatan biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pemerataan
dalam akses pelayanan, peningkatan efisiensi dan efektifitas alokasi sumber
daya (resources) serta kualitas pelayanan
yang memadai dan dapat diterima pengguna jasa.
Desentralisasi di era reformasi sejak digulirkannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diganti dengan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan kewenangan yang luas kepada daerah
untuk melakukan inovasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya. Kepala
Daerah mempunyai strategi dalam
menggerakan bawahannnya untuk memberikan segala daya dan upaya yang terbaik
untuk daerahnya. Praktek inovasi dalam pelayanan ini lebih dikenal dengan best practice, 15 tahun pelaksanaan otonomi
daerah telah banyak evaluasi yang dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah dengan tujuan tepenuhinya kebutuhan dasar masyarakat
daerahnya. Salah satu best practice
dalam pemberian pemenuhan kebutuhan dasar berupa jaminan kesehatan yaitu best parctice Kota Tangerang dengan
Program Multiguna.
Kota
Tangerang terletak di Provinsi Banten, tepatnya di sebelah utara, selatan dan
barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang dan di wilayah timur berbatasan
dengan DKI Jakarta. Tangerang merupakan kota terbesar di Provinsi Banten serta
ketiga terbesar di kawasan Jabodetabek setelah Jakarta. Kota Tangerang mencakup
wilayah seluas 18.378 Ha (termasuk kawasan Bandara Internasional Soekarno Hatta
seluas 1.969 Ha) dan merupakan wilayah dataran rendah dengan ketinggian
rata-rata 30 m dpl. Secara administratif
kota ini terbagi menjadi 13 kecamatan, yang terdiri dari 104 kelurahan, 931 RW,
dan 4.587 RT. Jumlah penduduknya berdasarkan sensus BPS Provinsi Banten Tahun
2010 adalah 1.798.601 jiwa dengan
pertumbuhan 1,81%. Kota
Tangerang adalah pusat manufaktur dan
industri
di Pulau Jawa dan memiliki lebih dari seribu pabrik. Banyak perusahaan - perusahaan internasional yang memiliki pabrik
di kota ini. Tangerang memiliki cuaca yang cenderung panas dan lembab.
Kondisi
Sebelum Inisiatif
Program Multiguna
Program
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) merupakan program kesehatan yang
diharapkan dapat menjaga masyarakat agar tetap sehat dan produktif serta
melindungi pesertanya dari resiko pengeluaran kesehatan yang berdampak pada
bencana keuangan dan mata rantai kemiskinan. Sasaran program Jamkesmas ini
adalah masyarakat miskin dan
tidak mampu di seluruh Indonesia. Hingga
tahun 2012 peserta
yang dijamin dalam Program Jamkesmas tersebut
meliputi :
a.
Masyarakat miskin dan tidak mampu, yang
telah ditetapkan oleh Keputusan Bupati/Walikota tahun 2008 berdasarkan kuota
kabupaten/kota (BPS) yang dijadikan basis data (data base) nasional;
b.
Gelandangan, pengemis, anak dan orang
terlantar, serta masyarakat miskin yang tidak memiliki identitas (atau kerap
disebut sebagai peserta non-kartu);
c.
Semua Peserta Keluarga Harapan (PKH)
baik yang sudah atau yang belum mempunyai kartu Jamkesmas).
d.
Semua penderita penyakit Thalasemia
Mayor.
e.
Semua pasien yang menerima Jaminan
Persalinan (Jampersal),
Kepesertaan
Jamkesmas memiliki masa berlaku, yaitu semenjak ditetapkannya penggunaan kartu
Jamkesmas oleh Kementrian Kesehatan hingga ditetapkannnya penggunaan kartu yang
baru, yang berarti tidak berlakunya lagi kartu yang lama. Dengan adanya program ini tidak berarti
semua masyarakat memiliki jaminan kesehatan, karena terdapat kuota dari
pemerintah pusat. Hal ini menimbulkan kesulitan bagi masyarakat karena harus
mengurus surat keterangan tidak mampu dengan tahapan mulai dari RT, RW, Lurah,
Camat dan Puskesmas.
Inisiatif Best Practice Walikota Tangerang
Adanya
program Jamkesmas yang hanya mencakup sebagian masyarakat dengan sejumlah
syarat dan ketentuan yang berlaku, mendorong Walikota Tangerang Wahidin Halim,
untuk menginisiasi program kesehatan masyarakat yang tidak terdaftar dalam
Jamkesmas dan Jaminan kesehatan lain bagi para PNS, pegawai swasta dan lainnya
yang belum memilik asuransi kesehatan. Pemerintah Kota meluncurkan Kartu
Jaminan Kesehatan dengan nama Kartu Multiguna pada Tahun 2008 sebagai pelayanan
dasar bagi masyarakat miskin dengan menitikberatkan programnya pada 1). Pembangunan Sarana dan Prasarana
Kesehatan dan 2). Penyediaan Layanan Kesehatan Gratis
melalui Program Kartu Multi Guna. Tujuan
diluncurkannnya Kartu Multiguna ini adalah sebagai berikut:
-
Berkurangnya jumlah penduduk miskin di
wilayah Kota Tangerang;
-
Meningkatnya aksesbilitas masyarakat
miskin terhadap pelayanan dasar terutama pendidikan, kesehatan dan prasarana
dasar termasuk air minum dan sanitasi;
-
Berkurangnya beban pengeluaran
masyarakat miskin terutama untuk pendidikan dan kesehatan, prasarana dasar
khusunya air minum dan sanitasi, pelayanan KB dan kesejahteraan ibu, serta
kecukupan pangan dan gizi;
-
Meningkatkan kualitas keluarga miskin.
-
Meningkatkan pendapatan dan kesempatan berusaha
kelompok masyarakat miskin, termasuk penerbitan sertifikat tanah rumah tangga
miskin, meningkatnya akses masyarakat miskin terhadap permodalan, bantuan
teknis, dan berbagai sarana dan prasarana produksi.
Strategi
dalam Pelaksanaan Program Multiguna
Embrio
awal terbitnya program Kartu Multiguna adalah tidak mencukupinya kuota bagi peserta
Jamkesmas, dalam hal ini memberikan
inspirasi dibuatnya program yang dapat membantu masyarakat miskin dalam bidang
kesehatan. Namun rencana besar Walikota Tangerang terhadap program kesehatan
sebenarnya tidak hanya sebatas mengobati peserta yang sakit atau tindakan
kuratif saja. Pemerintah Kota Tangerang juga memberikan tekanan lebih pada
tindakan preventif, dalam arti masyarakat diajak untuk bersama-sama belajar
mencegah terjangkitnya berbagai penyakit. Strategi yang dilakukan dalam pelaksanaan Program Multiguna diantaranya:
1.
Pembangunan
Sarana
Prasarana Kesehatan
Langkah ini dimulai dengan
dibangunnya sarana prasarana kesehatan. Di Kota Tangerang terdapat 30 unit Puskesmas
tanpa fasilitas perawatan. Perbandingan Puskesmas dengan jumlah kecamatan yang
ada di Kota Tangerang adalah 1,92 berarti setiap kecamatan mempunyai 1-2
Puskesmas. Rasio jumlah Puskesmas terhadap jumlah penduduk Kota Tangerang tahun
2008 adalah 1 : 61.267 penduduk. Dilihat dari ratio tersebut jumlah Puskesmas
di Kota Tangerang belum memadai, karena bila mengacu pada ketentuan bahwa
setiap 30.000 penduduk dilayani oleh satu buah Puskesmas, maka diperlukan
penambahan 27 buah Puskesmas lagi. Namun demikian, jumlah sarana pelayanan
kesehatan baik melalui balai pengobatan, rumah bersalin, praktik dokter perorangan, maupun praktik
bidan sudah cukup banyak keberadaannya sehingga kurangnya jumlah Puskesmas
belum merupakan masalah. Untuk mengantisipasi keterbatasan tersebut pada tahun
2008 dibangun Puskesmas Pembantu, yang
berfungsi untuk meluaskan jangkauan puskesmas sejumlah 13 buah. Ratio Puskesmas
Pembantu berbanding Puskesmas adalah 0,52, Artinya setiap 2 (dua) buah
Puskesmas mempunyai 1 (satu) buah Puskesmas
Pembantu. Sementara itu umlah Puskesmas Keliling pada tahun 2008
sebanyak 14 buah. Ratio Puskesmas Keliling terhadap Puskesmas pada tahun 2008
sebesar 0,56.
2.
Program 1000 Posyandu
Selain membangun saran dan
prasarana kesehatan, Pemerintah Kota Tangerang juga melakukan upaya mendekatkan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan suatu pendekatan terpadu di
tingkat desa melalui posyandu sebagai wadah peran serta masyarakat yang dibina
oleh Puskesmas. Jumlah Posyandu yang ada di Kota Tangerang pada tahun 2008 ada
979 buah. Dibandingkan dengan jumlah Puskesmas rata-rata membina 39 buah
Posyandu. Dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan Posyandu, maka perlu adanya
koordinasi lintas sektoral serta
melibatkan masyarakat dan menggalang kemandirian masyarakat dalam kegiatan.
Selain Posyandu juga telah berkembang bentuk-bentuk upaya kesehatan bersumber
daya masyarakat (UKBM), seperti Posyandu, Posyandu Plus, Posyandu Usila, Dana
Sehat, Pos UKK, Toga, Polindes, Saka Bakti Husada, dan Pos Kesehatan Kelurahan.
Sebagai wujud kepedulian, Pemerintah Kota Tangerang memberikan dana insentif
kepada kader Posyandu, sebesar Rp. 6 Juta per tahun.
3.
ManajemenTerpadu Balita Sakit (MTBS)
Tujuan
dari MTBS adalah:
-
Menurunkan secara signifikan angka
kesakitan dan kematian yang terkait dengan penyebab utama pada balita.
-
Melalui peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan di unit rawat jalan fasilitas kesehatan dasar.
-
Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
kesehatan anak dan mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh
Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak, malaria, kurang gizi, dan yang
sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut. MBTS diperkenalkan WHO dan UNICEF
di Indonesia pada tahun 1997, diterapkan Depkes setelah melalui proses adaptasi
bersama UKK IDAI.
4.
Promosi Kesehatan (Kegiatan PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat))
Sebagai upaya Pemerintah Kota Tangerang dalam mencegah timbulnya
berbagai penyakit diwajibkan juga melakukan tindakan pencegahan sebagai
berikut:
-
Pemberlakuan Peraturan Daerah tentang
kebersihan, keindahan dan ketertiban secara konsisten, yang diterapkan oleh
Pemerintah Kota Tangerang demi mewujudkan Kota Tangerang yang bersih, indah dan
tertib. Praktiknya dicontohkan langsung oleh walikota beserta seluruh aparatur
pemerintah kota kepada masyarakatnya.
-
Peraturan Walikota Larangan Merokok di
Lingkungan sekolah dan perkantoran milik Pemerintah Kota Tangerang.
-
Dibentuknya Kelurahan Siaga.
-
Pembudayaan hidup bersih dan sehat
sedini mungkin pada anak sekolah melalui kegiatan UKS dan UKGS, penyuluhan dan
sikat gigi bersama pada murid TK, SD kelas I, II dan III, pemeriksaan dan
tindakan sederhana pada murid TK, SD kelas I, tindakan melapisi Fissure Gigi untuk mencegah karies /
lubang gigi. Ditargetkan terdapat 1 SD percontohan maupun Puskesmas . Saat ini
terdapat 30 SDN sebagai SD percontohan.
5.
Klinik Metadon
Klinik
Metadon dibentuk dengan latar belakang:
-
Meningkatkan kewaspadaan terhadap
peningkatan kasus HIV AIDS.
-
Resiko penularan tertinggi HIV AIDS pada
saat ini sudah bergeser dari resiko hubungan seks bebas ke arah resiko
penggunaan narkoba jarum suntik.
-
Grafik pengguna narkoba jarum suntik
yang beresiko terkena HIV AIDS sebagian besar berasal dari golongan usia produktif yang menjadi masa
depan bangsa.
-
Angka penderita HIV AIDS akibat narkoba
jarum suntik semakin meningkat dan dapat berakhir dengan kematian
-
Masih banyak pengguna narkoba suntik
beresiko tinggi terkena HIV AIDS yang menutup diri sehingga memepersulit
penanggulangan HIV AIDS di Kota Tangerang.
Klinik Metadon ini
merupakan klinik pertama di Provinsi Banten (Outlet Metadon Cibodasari) dan
merupakan klinik pertama demngan layanan gratis di Indonesia serta klinik
pertama dengan gedung tersendiri (terpisah dari Puskesmas). Klinik ini mulai
beroperasi pada tanggal 16 Februari 2009 yaitu Outlet Metadon Cibodasari dan di
Outlet Metadon Cipondoh pada tanggal 22 April 2010. Program Terapi Rumatan Metadon Kota
Tangerang memiliki fasilitas antara lain:
-
Buka setiap hari;
-
Dilayani oleh Tim Khusus yang terdiri
dari 1 dokter, 2 perawat dan 1 ahli farmasi terlatih;
-
Pendekatan berbeda (melalui pertemuan
orang tua dan pertemuan pasien serta penjangkau dari pendampingan)
-
Terintegrasui dengan klinik VCT dan CST
(tempat layanan konseling, Tes HIV, Perawatan dan Therapi) yang tersebar di
empat lopkasi, yaitu:
·
VCT Edelweis (Puskesmas Cibodasari);
·
VCT Sehati (Puskesmas Gondrong);
·
VCT Anggrek (Puskesmas Ciledug);
·
VCT dan CST Bugenvil (RSUD Tangerang).
Program
Kartu Multiguna merupaka sistem jaminan pembiayaan bagi masyarakat miskin dan
masyarakat rentan Kota Tangerang. Sistem pembiayaan Multiguna bertujuan
memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat sangat
miskin, miskin dan mendekati miskin di Kota Tangerang sehingga derajat
kesehatan masyarakat miskin dapat meningkat dan secara tidak langsung dapat
meningkatkan kualitas dan produktivitas
sumber daya manusia. Program Kartu Multiguna diawali dengan melakukan pendataan
terhadap masyarakat miskin, menjalin kerjasama dengan rumah sakit yang ada di
Kota Tangerang, melibatkan Dinas Kesehatan, Kelurahan dan Kecamatan.
Seiring
berjalannya waktu Kartu Multiguna sudah tidak digunakan lagi karena adanya kendala.
Perbedaan kategori/indiKator
masyarakat miskin (versi BPS, Bappenas dan lembaga lain) menyebabkan perbedaan sasaran miskin
dan mengakibatkan harus adanya SK Parsial (SK Baru bagi para peserta baru).
Hampir setiap bulan Walikota harus mengeluarkan SK karena adanya masyarakat
miskin dengan kategori lain, sehingga banyak masalah lain muncul, disamping
tidak efisien dari sisi anggaran.
Dengan
berbagai kendala yang ditemui, Walikota Tangerang memutuskan bahwa mereka yang
memiliki KTP dan KK (bagi pasien dengan usia di bawah 17 tahun) Kota Tangerang
dapat berobat secara gratis (rawat inap kelas III) di semua Rumah Sakit yang sudah
menjalankan kerjasama dengan Pemerintah Kota Tangerang. Rumah Sakit yang sudah
menjalankan kerjasama dengan Pemerintah Kota Tangerang memilik spanduk untuk
memudahkan masyarakat yang yang akan berobat. Saat ini, dengan menggunakan KTP
atau KK saja masyarakat sudah dapat dilayani di Rumah Sakit Kota Tangerang.
Program Kartu Multiguna telah berubah nama menjadi Progam Multiguna sebagai
program pembangunan Kota Tangerang. Program
Multiguna ini meliputi pelayanan bidang:
1.
Kesehatan
-
Pelayanan kesehatan dasar di seluruh
Puskesmas se Kota Tangerang;
-
Pelayanan persalinan normal di bidan
desa yang telah ditunjuk Puskesmas;
-
Pelayanan rawat jalan pasca operasi di
rumah sakit;
-
Rawat inap di rumah sakit;
2.
Pendidikan meliputi pendidikan gratis
pada sekolah negeri untuk Tingkatan SD, SMP, SMA dan SMK di wilayah Kota
Tangerang.
3.
Sosial meliputi pembagian beras miskin dan subsidi lainnya. Tempat pelayanan
pembagian beras miskin adalah di masing-masing kecamatan atau lokasi yang telah
ditunjuk.
Media
sosialisasi dan informasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang
terhadap Program Multiguna diantaranya melalui dialog Walikota Tangerang dengan
masyarakat (forum formal dan informal), media cetak lokal “Koran Kota Benteng” yang terbit
setiap hari kamis per minggunya, Pola seperti MLM (Multi Level Marketing) dengan masyarakat yang sudah merasakan
manfaat program akan bercerita (mouth to mouth),
menyebarkan informasi dan mengajak para tetangga dan saudara akan adanya
program gratis di Kota Tangerang.
Perkembangan
Sasaran Program Multiguna Tahun 2008 - 2013
35
Rumah Sakit Bentuk Kerjasama Program
Multiguna di Kota Tangerang
Pelayanan
kesehatan bagi masyarakat Kota Tangerang meliputi rawat jalan dan rawat inap
baik di puskesmas maupun di rumah sakit yang bekerja sama. Jenis pelayanan yang
diterima adalah semua pelayanan diberikan sesuai standar pelayanan medis yang
berlaku, meliputi:
1.
Pelayanan rawat jalan yang mencakup:
-
Pelayanan haemodialisa;
-
Pelayanan kemoterapi;
-
Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter
spesialis pada unit rawat jalan (kontrol paska operasi, control paska non
oiperasi dan control paska kemoterapi) dengan jangka waktu maksimum 30 (tiga
puluh) hari setelah pasien pulang;
-
Pelayanan One Day Care (ODC);
2.
Pelayanan rawat inap yang mencakup:
-
Perawatan kelas III;
-
Pemeriksaan dokter;
-
Pemeriksan penunjang;
-
Obat-obatan dan alat kesehatan;
-
Tindakan medis;
-
Observasi;
-
Perawatan perinatologi, ICU, HCU,
ISOLASI, NICU dan ICCU.
3.
Pelayanan Gawat darurat yang meliputi:
-
Pemeriksaan dokter;
-
Pemeriksan penunjang;
-
Obat-obatan dan alat kesehatan;
-
Tindakan medik;
4.
Pelayanan Kamar Operasi dan Kamar
Bersalin, yang meliputi:
Pelayanan
dan tindakan di kamar operasi dan kamar bersalin, termasuk kasus gawat darurat,
dimana pasien harus segera dilakukan pertolongan, dan tindakan dikerjakan
sesuai dengan standar medis yang berlaku.
5.
Pelayanan kesehatan diberikan kepada
peserta pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kota
Tangerang di wilayah Kota Tangerang dengan tanpa membatasi jenis penyakit
6.
Obat-obatan, alat kesehatan, alat
kedokteran dan penunjang medis yang tidak termasuk dalam tarif kesepakatan,
maka harus mendapatkan persetujuan dari pihak pertama.
7.
Pelayanan transportasi (ambulance) dapat diberikan di dalam
wilayah Kota Tangerang dan di luar wilayah Kota Tangerang (rumah sakit yang
berkerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Tangerang)
Sumber
dana Program Multiguna berasal
dari APBD, DPA, Dinas Kesehatan, dengan mata anggaran program upaya kesehatan
masyarakat kegiatan pembiayaan kesehatan bagi masyarakat Kota Tangerang.
Realisasi
Pembiayaan Jaminan Pelayanan Kesehatan Kota Tangerang di Rumah Sakit
Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan
jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara
berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan
kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Subsistem pembiayaan kesehatan adalah bentuk dan
cara penyelenggaraan berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan
dana kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.Tujuan dari penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan
adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi
secara adil, merata dan termanfaatkan secara berhasilguna dan berdaya guna,
untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Unsur-unsur Pembiayaan Kesehatan
antara lain:
a. Dana
Dana digali
dari sumber pemerintah baik dari sektor kesehatan dan sektor lain terkait, dari
masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang digunakan untuk mendukung
pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana yang tersedia harus mencukupi dan dapat
dipertanggung-jawabkan.
b. Sumber daya
Sumber daya
pembiayaan kesehatan terdiri dari: SDM pengelola, standar, regulasi dan
kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya
penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung
terselenggaranya pembangunan kesehatan.
c. Pengelolaan Dana Kesehatan
Prosedur/Mekanisme
Pengelolaan Dana Kesehatan adalah seperangkat aturan yang disepakati dan secara
konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, baik oleh
Pemerintah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang mencakup
mekanisme penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan.
Prinsip Subsistem Pembiayaan Kesehatan antara lain:
a. Pembiayaan kesehatan pada
dasarnya merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat, dan swasta.
Alokasi dana yang berasal dari pemerintah untuk upaya kesehatan dilakukan
melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja, baik Pusat maupun daerah,
sekurang-kurangnya 5% dari PDB atau 15% dari total anggaran pendapatan dan
belanja setiap tahunnya. Pembiayaan kesehatan untuk orang miskin dan tidak
mampu merupakan tanggung jawab pemerintah.Dana kesehatan diperoleh dari
berbagai sumber, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun swasta yang harus
digali dan dikumpulkan serta terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar
jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan,
akuntabel, berhasil guna dan berdaya guna, memperhatikan subsidiaritas dan
fleksibilitas, berkelanjutan, serta menjamin terpenuhinya ekuitas.
b. Dana Pemerintah ditujukan untuk
pembangunan kesehatan, khususnya diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perorangan dengan mengutamakan masyarakat rentan
dan keluarga miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar dan
terdepan, serta yang tidak diminati swasta. Selain itu, program-program
kesehatan yang mempunyai daya ungkit tinggi terhadap peningkatan derajat
kesehatan menjadi prioritas untuk dibiayai.
Dalam menjamin
efektivitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan, maka sistem pembayaran
pada fasilitas kesehatan harus dikembangkan menuju bentuk pembayaran
prospektif. Adapun pembelanjaan dana kesehatan dilakukan melalui kesesuaian
antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen
perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan dengan tujuan
pembangunan kesehatan.
c. Dana kesehatan diarahkan untuk
pembiayaan upaya kesehatan perorangan dan masyarakat melalui pengembangan
sistem jaminan kesehatan sosial, sehingga dapat menjamin terpeliharanya dan
terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Setiap dana
kesehatan digunakan secara bertanggung-jawab berdasarkan prinsip pengelolaan
kepemerintahan yang baik (good governance), transparan, dan
mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku.
d. Pemberdayaan masyarakat dalam
pembiayaan kesehatan diupayakan melalui penghimpunan secara aktif dana sosial
untuk kesehatan (misal: dana sehat) atau memanfaatkan dana masyarakat yang
telah terhimpun (misal: dana sosial keagamaan) untuk kepentingan kesehatan.
e. Pada dasarnya penggalian,
pengalokasian, dan pembelanjaan pembiayaan kesehatan di daerah merupakan
tanggung jawab pemerintah daerah. Namun untuk pemerataan pelayanan kesehatan,
pemerintah menyediakan dana perimbangan (maching grant) bagi daerah yang kurang
mampu.
Penyelenggaraan
Pembiayaan Kesehatan
Subsistem pembiayaan kesehatan merupakan suatu
proses yang terus-menerus dan terkendali, agar tersedia dana kesehatan yang
mencukupi dan berkesinambungan, bersumber dari pemerintah, swasta, masyarakat,
dan sumber lainnya. Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan dilakukan
melalui penggalian dan pengumpulan berbagai sumber dana yang dapat menjamin
kesinambungan pembiayaan pembangunan kesehatan, mengalokasikannya secara
rasional, menggunakannya secara efisien dan efektif.
Dalam hal pengaturan penggalian dan pengumpulan
serta pemanfaatan dana yang bersumber dari iuran wajib, pemerintah harus
melakukan sinkronisasi dan sinergisme antara sumber dana dari iuran wajib, dana
APBN/APBD, dana dari masyarakat, dan sumber lainnya.
a.
Penggalian dana
Penggalian dana
untuk upaya pembangunan kesehatan yang bersumber dari pemerintah dilakukan
melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan atau pinjaman yang tidak mengikat,
serta berbagai sumber lainnya; dana yang bersumber dari swasta dihimpun dengan
menerapkan prinsip public-private partnership yang didukung dengan pemberian
insentif; penggalian dana yang bersumber dari masyarakat dihimpun secara aktif
oleh masyarakat sendiri atau dilakukan secara pasif dengan memanfaatkan
berbagai dana yang sudah terkumpul di masyarakat.
Penggalian dana
untuk pelayanan kesehatan perorangan dilakukan dengan cara penggalian dan
pengumpulan dana masyarakat dan didorong pada bentuk jaminan kesehatan.
b.
Pengalokasian
Dana
Pengalokasi
dana pemerintah dilakukan melalui perencanaan anggaran dengan mengutamakan
upaya kesehatan prioritas, secara bertahap, dan terus ditingkatkan jumlah
pengalokasiannya sehingga sesuai dengan kebutuhan.
Pengalokasian
dana yang dihimpun dari masyarakat didasarkan pada asas gotong-royong sesuai
dengan potensi dan kebutuhannya. Sedangkan pengalokasian dana untuk pelayanan
kesehatan perorangan dilakukan melalui kepesertaan dalam jaminan kesehatan.
c.
Pembelanjaan
Pemakaian dana
kesehatan dilakukan dengan memperhatikan aspek teknis maupun alokatif sesuai
peruntukannya secara efisien dan efektif untuk terwujudnya pengelolaan
pembiayaan kesehatan yang transparan, akuntabel serta penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (Good Governance).
Pembelanjaan dana kesehatan
diarahkan terutama melalui jaminan kesehatan, baik yang bersifat wajib maupun
sukarela. Hal ini termasuk program bantuan sosial dari pemerintah untuk
pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu (Jamkesmas).
Permasalahan-Permasalahan dalam
Program Multiguna
Embrio awal di munculkan program ini
adalah melindungi derajat kesehatan masyarakat di Kota Tangerang tanpa
membedakan kelas sosial baik kaya atau miskin, di awali dengan alat identitas
berupa Kartu Multiguna hingga menggunakan KTP dan KK (untuk penduduk di bawah
usia 17 tahun) sebagai alat identitas untuk mendapat faslitas kesehatan secara gratis.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pelaksaan Program Multiguna
antara lain:
-
Indikator dan kategori miskin berbeda-beda
(misalnya versi BPS berbeda dengan Bappenas), dan menimbulkan potensi konflik
terhadap sasaran miskin.
-
Sering terjadinya salah sasaran penerima
Kartu Multiguna karena status sosial (kaya/msikin).
-
Banyak masyarakat yang tidak terdaftar atau
bertambah di luar data karena mobilitas penduduk Kota Tangerang (adanya perpindahan
dan pertumbuhan penduduk).
-
Banyak masyarakat yang protes karena
tidak mendapat “ Kartu Multuiguna”.
-
Selalu membuat SK Parsial (SK baru)
setiap bulan karena adanya tambahan peserta Kartu Multiguna.
-
Kendala pada fasilitas dan prasarana
kesehatan:
· Keterbatasan
Ruang Perawatan kelas III di Rumah sakit;
· Belum
semua Rumah sakit yang berkerja sama memiliki ruang ICU/fasilitasi perawatan
khusus;
· Belum
semua RS memiliki tenaga dokter subspesialis;
· Masih
adanya masyarakat yang tidak memiliki dokumen kependudukan.
Program Multiguna ditinjau dari Teori Pelayanan Publik
Pengertian dalam konteks ke-Indonesia-an,
penggunaan istilah pelayanan publik (public service) dianggap
memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum atau pelayanan
masyarakat. Oleh karenanya ketiga istilah tersebut dipergunakan secara interchangeable,
dan dianggap tidak memiliki perbedaan mendasar. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dinyatakan pengertian pelayanan bahwa “pelayanan
adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan
orang lain. Sedangkan pengertian service dalam Oxford (2000) didefinisikan sebagai “a system that provides something that the
public needs, organized by thegovernment or a private company”. Oleh
karenanya, pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem
yang menyediakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sementara istilah publik,
yang berasal dari bahasa Inggris (public),
terdapat beberapa
pengertian, yang memiliki variasi arti dalam bahasa Indonesia, yaitu
umum,masyarakat, dan negara. Public
dalam pengertian umum atau masyarakat dapat kita temukan
dalam istilah public offering
(penawaran umum), public ownership
(milik umum), dan public utility (perusahaan umum), public relations (hubungan masyarakat), public service (pelayanan
masyarakat), public interest
(kepentingan umum) dan sebagainya. Sedangkan
dalam pengertian negara salah satunya adalah public authorities (otoritas negara), public building (bangunan negara), public revenue (penerimaan negara) dan public sector (sektor
negara). Dalam hal ini, pelayanan publik merujuk pada istilah publik lebih dekat pada pengertian masyarakat atau
umum. Namun demikian pengertian publik yang melekat pada pelayanan
publik tidak sepenuhnya sama dan sebangun dengan
pengertian masyarakat. Nurcholish (2005: 178) memberikan pengertian publik sebagai
sejumlah orang yang mempunyai kebersamaan berfikir,
perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik
berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.
Sementara karakteristik khusus dari pelayanan publik yang membedakannya dari
pelayanan swasta adalah: a). Sebagian
besar layanan pemerintah berupa jasa, dan barang tak nyata. Misalnya perijinan,
sertifikat, peraturan, informasi keamanan, ketertiban, kebersihan, transportasi
dan lain sebagainya. b). Selalu terkait dengan jenis
pelayanan-pelayanan yang lain, dan membentuk sebuah jalinan sistem pelayanan
yang berskala regional, atau bahkan nasional.
Contohnya dalam hal pelayanan transportasi, pelayanan bis
kota akan bergabung dengan pelayanan mikrolet, bajaj, ojek, taksi dan kereta
api untuk membentuk sistem pelayanan angkutan umum di Jakarta. c). Pelanggan
internal cukup menonjol, sebagai akibat dari tatanan organisasi pemerintah yang
cenderung birokratis. Dalam dunia pelayanan berlaku prinsip
utamakan pelanggan eksternal lebih dari
pelanggan internal. Namun situasi nyata dalam hal hubungan antar lembaga
pemerintahan sering memojokkan petugas pelayanan agar mendahulukan pelanggan
internal. d). Efisiensi dan efektivitas
pelayanan akan meningkat seiring dengan peningkatan mutu pelayanan. Semakin
tinggi mutu pelayanan bagi masyarakat, maka semakin tinggi pula kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah. Dengan demikian akan semakin tinggi pula peran
serta masyarakat dalam kegiatan pelayanan. e). Masyarakat
secara keseluruhan diperlakukan sebagai pelanggan tak langsung, yang sangat
berpengaruh kepada upaya-upaya pengembangan pelayanan. Desakan untuk
memperbaiki pelayanan oleh polisi bukan dilakukan oleh hanya pelanggan langsung
(mereka yang pernah mengalami gangguan keamanan saja), akan tetapi juga oleh
seluruh lapisan masyarakat. f). Tujuan
akhir dari pelayanan publik adalah terciptanya tatanan kehidupan masyarakat
yang berdaya untuk mengurus persoalannya masing-masing.
Pelayanan pemerintah tidak mengenal “bottom
line” artinya seburuk apapun kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak
mengenal istilah bangkrut. Berbeda dengan mekanisme pasar yang memiliki
kelemahan dalam memecahkan masalah eksternalities,
organisasi pelayanan pemerintah menghadapi masalah berupa internalities.
Artinya, organisasi pemerintah sangat sulit mencegah pengaruh nilai-nilai dan
kepentingan para birokrat dari kepentingan umum masyarakat yang seharusnya
dilayaninya. Di sisi lain, sektor swasta berperan dalam hal penyediaan barang
dan jasa yang bersifat privat. Situasi persaingan selalu timbul
dalam penyelenggaraan penyediaan barang dan
jasa oleh sektor swasta. Ada kalanya pemerintah juga menyediakan layanan barang
privat. Untuk menghindari crowding out
effect, dimana pemerintah lebih berperan
sebagai kompetitor pemain pasar lainnya, perlu diatur secara jelas, mana barang dan
jasa yang harus diserahkan ke swasta, mana yang dapat dikerjakan secara bersama-sama,
dan murni dikerjakan oleh pemerintah. Paradigma
Pelayanan Pelayanan publik adalah identik dengan representasi dari eksistensi
birokrasi pemerintahan, karena berkenaan langsung dengan salah
satu fungsi pemerintah yaitu memberikan pelayanan.
Oleh karenanya sebuah kualitas pelayanan publik merupakan cerminan
dari sebuah kualitas birokrasi pemerintah. Di masa lalu, paradigma pelayanan publik lebih
memberi peran yang sangat besar kepada pemerintah sebagai sole provider.Peran pihak di luar pemerintah tidak pernah mendapat
tempat atau termarjinalkan. Masyarakat dan dunia swasta hanya
memiliki sedikit peran dalam penyelenggaraan pelayanan
publik. Pada tahun 1990-an terjadi reformasi di sektor publik. Hal ini terjadi
karena terjadi
kesalahan dalam memahami (mitos) upaya perbaikan kinerja pemerintah. Berkenaan
dengan hal tersebut, Osborne & Plastrik (1996: 13) menjelaskan 5 mitos
diseputar reformasi sektor publik, yaitu: 1). Mitos
Liberal, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui pembelanjaan yang lebih dan
bekerja lebih banyak (spending more and
doing more). Dalam kenyataannya, menganggarkan banyak uang kepada sistem
yang disfungsional tidak menghasilkan hasil yang signifikan. 2). Mitos
Konservatif, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui pembelanjaan yang
dikurangi dan bekerja lebih sedikit (spending
less and doing less). Dalam kenyataannya,
penghematan yang dilakukan pemerintah terhadap anggarannya tidak menolong
kinerja pemerintah menjadi lebih baik. 3). Mitos
Bisnis, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalu penyelenggaraan pemerintahan yang
meniru teknik penyelenggaraan bisnis. Dalam kenyataannya, walaupun metafora bisnis
dan teknik manajemen seringkali menolong, namun ada perbedaan kritis antara
realitas sektor publik dan bisnis. 4). Mitos
Pekerja, bahwa kinerja pegawai pemerintah dapat meningkat apabila mempunyai
uang yang cukup. Dalam kenyataannya kita harus mengubah cara sumber daya
dimanfaatkan jika kita ingin mengubah hasil. 5). Mitos
Rakyat, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui perekrutan sumber daya
manusia yang lebih baik. Dalam kenyataannya, masalahnya bukan terletak pada
sumber daya, akan tetapi sistemlah yang menjebak mereka. Oleh karenanya
berkenaan dengan reformasi di sektor publik, salah satu prinsip penting yang
merubah paradigma pelayanan publik adalah prinsip streering rather than rowing. Berkenaan
dengan prinsip ini, pemerintah diharapkan untuk lebih berperan sebagai
pengarah daripada sekedar pengayuh. Fungsi pengayuh bisa dilakukan secara lebih
efisien oleh pihak lain yang profesional. Prinsip ini menjelaskan bahwa pemerintah
tidak dapat secara terus menerus bekerja sendirian, dan harus mulai mengubah
paradigma pelayanan agar tujuan dari penyelenggaraan pelayanan dapat tercapai
lebih baik lagi. Masih banyak prinsip-prinsip yang dikenalkan dalam konsep
ini,namun intinya adalah semuanya mengubah cara pandang kita terhadap cara
kerja pemerintahan.
Semangat entrepreneurial government
ini lebih didasarkan pada pengalaman yang terjadi
dalam penyelenggaraan pemerintahan di Amerika Serikat. Konsep lain yang
sebenarnya telah lebih dulu eksis dan memiliki kemiripan dengannya adalah New Public Management (NPM) yang
dipelopori oleh Inggris dengan gerakan privatisasi pada masa
kepemimpinan Margaret Thatcher.
Pada masa Thatcher, privatisasi untuk pertama
kalinya diselenggarakan terhadap perusahaan milik negara dengan tujuan untuk menyehatkan
perusahaan negara. Gerakan ini menjadi tren di dunia manajemen BUMN. Banyak
negara yang kemudian meniru pola privatisasi Inggris ini, termasuk juga New Zealand, dan
menyebar ke seluruh dunia. Dengan paradigma baru di bidang pelayanan yang
dilandasi oleh filosofi entrepreneurial
government dan new public management inilah
maka cara pandang tradisional terhadap peran
pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan publik haruslah
diubah. Osborne dan Plastrik (1996) menjelaskan 5 strategi penting untuk mewujudkannya,
yaitu: 1). Strategi inti: menciptakan
kejelasan tujuan. 2). Strategi
konsekuensi: menciptakan konsekuensi untuk kinerja. 3). Strategi
pelanggan: menempatkan pelanggan di posisi penentu 4. Strategi pengendalian:
memindahkan pengendalian dari puncak dan pusat. 5). Strategi budaya:
menciptakan budaya wira usaha Dalam perspektif lain, secara umum pergeseran
paradigma pelayanan adalah pergeseran dari birokrasi yang
“dilayani” menjadi birokrasi yang “melayani”. Fungsi pelayanan
yang diemban dan melekat pada birokrasi, tidak serta merta menempatkan warga
masyarakat sebagai kelompok pasif. Dalam hal ini partisipasi masyarakat dalam pelayanan
harus ditingkatkan, karena sejalan dengan misi pemberdayaan yang harus lebih
diutamakan (empowering rather than
serving). Pemberdayaan ini akan menuntun pada adanya
peningkatan partisipasi warga masyarakat dalam pelayanan publik. Partisipasi
masyarakat dalam pelayanan publik dikenal dengan konsep co-production. Konsep ini dikenal pertama kali dan dikembangkan
sejak tahun 1980-an,ketika pakar administrasi publik dan politik urban
membangun teori yang menjelaskan kegiatan
kolektif dan peran kritis dari keterlibatan warga masyarakat dalam penyediaan pelayanan
barang dan jasa. Pada dasarnya teori co-production
mengkonseptualisasi pemberian layanan baik sebagai
sebuah penataan maupun proses, di mana pemerintah dan
masyarakat membagi tanggung jawab (co joint
responsibility) dalam menyediakan pelayanan
publik. Sehingga di sini kita tidak lagi membedakan warga masyarakat sebagai
pelanggan tradisional dengan pemerintah sebagai penyedia layanan. Kedua pihak dapat
bertindak sebagai bagian dari pemberi layanan. Secara singkat, teori co-production dalam pelayanan publik
dapat dipahami dengan memahami konsep-konsep pelanggan dan produksi
di sektor publik, yaitu consumer
produser, regular producer dan co-production. Menurut Parks consumer producers adalah
pihak yang berhubungan dengan produksi yang pada akhirnya akan mengkonsumsi
akhir dari produk yang dibuatnya. Di sisi lain, regular producers adalah yang
menyelenggarakan proses produksi, yang akan merubah output menjadi pembayaran,
yang pada akhirnya akan membelanjakannya untuk barang dan jasa lainnya.
Dalam hal ini co-production
memerlukan kedua pihak berkontribusi input pada proses
produksi untuk barang dan jasa tertentu. Dengan kata lain, dalam banyak pelayanan,
proses produksi output dan outcome memerlukan partisipasi aktif dari penerima
layanan barang dan jasa. Menurut Cooper sebagaimana dikutip oleh McLaverty
(2002: 15) menjelaskan bahwa partisipasi public terutama dalam
proses pengambilan keputusan adalah sarana untuk
memenuhi hak dasar sebagai warga. Pada akhirnya tujuan dari partisipasi publik
adalah untuk mendidik dan memberdayakan warga. Sedangkan menurut Marschall
(2004: 231), tujuan dari partisipasi publik adalah pada dasarnya untuk mengkomunikasikan
dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan sebagaimana juga
membantu dalam pelaksanaan pelayanan. Heller dalam Rich (1995: 660) menjelaskan
dua bentuk dasar partisipasi, yaitu partisipasi
akar rumput (grass-root participation)
yang mengacu pada organisasi dan gerakan
sosial yang didasarkan pada inisiatif warga yang memilih tujuan dan metoda mereka
sendiri, dan partisipasi mandat pemerintah (government-mandated participation) yang
melibatkan persyaratan hukum di mana akan ada kesempatan bagi masukan
warga terhadap pengambilan keputusan (kebijakan) atau pelaksanaan sebuah lembaga.
Secara sederhana Cooper (Lynch, 1983: 14-15) membedakan partisipasi ke dalam
partisipasi tidak langsung (indirect
participation) dan partisipasi langsung (direct participation).
Partisipasi tidak langsung, misalnya, partisipasi dalam hal penyelenggaraan
negara dengan memilih wakilnya untuk duduk di kursi parlemen. Sama halnya
ketika menyuarakan pendapat untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintah
melalui media massa dan sebagainya. Sementara partisipasi langsung bias berupa
keterlibatan secara langsung warga dalam penyelenggaraan pemerintah, seperti menjadi
komisi penasihat, aktivitas dengar pendapat, keterlibatan di kelompok-kelompok
kepentingan dan partisipasi dalam lembaga pemerintah yang menyelenggarakan
kegiatan pemberian pelayanan umum. Oleh karenanya penyelenggaraan pelayanan
umum haruslah mendapat dukungan partisipasi dari masyarakat. Konsep
partisipasi masyarakat terhadap fungsi pelayanan yang
diberikan pemerintah dapat berupa partisipasi dalam hal mentaati pemerintah, membangun
kesadaran hukum, kepedulian terhadap peraturan yang berlaku, dan dapat juga berupa
dukungan nyata dengan membantu secara langsung proses penyelenggaraan pelayanan
umum.
Kesimpulan
Program Pembangunan yang difokuskan pada jaminan
pemeliharaan kesehatan masyarakat Kota Tangerang tertuang dalam Program
Multiguna mengalami proses yang cukup panjang . Program ini bermetamorfosis
dari penggunaan Kartu Multiguna hingga hanya menggunakan KTP dan KK (bagi penduduk di bawah usia 17 tahun) sebagai identitas untuk dapat berobat secara gratis. Hal ini
juga diperkuat dengan payung
hukum yaitu:
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 903/MENKES/PER/V/ 2011 tentang Pedoman
Jaminan Kesehatan Masyarakat , Bahwa pemerintah daerah berkontribusi dalam
menunjang dan melengkapi pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
di daerahnya masing-masing.
Program Multiguna yang digulirkan
Pemerintah Kota Tangerang merupakan program yang membantu Pemerintah Pusat
dalam hal perlindungan kesehatan sebagai kebutuhan dasar seluruh rakyat dan
merupakan pendamping dari Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat). Negara
wajib melindungi seluruh rakyat agar terjamin kesehatannya, di era
desentralisasi saat ini daerah otonom diberikan kewenangan untuk berkreasi
memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakatnya. Hal ini telah dibuktikan
Pemerintah Kota Tangerang yang memberikan jaminan kesehatan kepada seluruh
masyarakat Kota Tangerang yang dibuktikan dengan kepemilikan KTP atau KK (untuk
penduduk di bawah umur 17 tahun) program
Multiguna ini telah digulirkan untuk masyarakat Kota Tangerang sejak 2012.
Hasil dari program tersebut telah dirasakan oleh Masyarakat Tangerang berupa
peningkatan kualitas derajat kesehatan.
Kerjasama Pemerintah Kota Tangerang dengan 35 Rumah Sakit di sekitar Kota
Tangerang memberikan bukti nyata tanggung jawab Pemerintah Daerah untuk
masyarakatnya. Mengakomodir keterbatasan jumlah tempat tidur
(pasien rawat inap) di 35 rumah
sakit yang berkerja sama dengan Pemerintah Kota Tangerang, maka Pemerintah Kota
Tangerang membangun Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tangerang dengan menerapkan
Rumah Sakit Non Kelas (tidak ada kelas I,II dan III) yang berarti semua tipe kamar sama.
Tujuannnya adalah agar RSUD Kota Tangerang dapat memberikan pelayanan yang
maksimal terhadap masyarakat dalam rangka implementasi Program Multiguna. Pihak
yang terlibat dalam pembangunan rumah
sakit ini adalah Dinas Tata Kota Tangerang, Dinas Kesehatan Kota Tangerang,
Bappeda, Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) dan Badan Kepegawaian
Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Tangerang.
Upaya-Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Tangerang dalam mengatasi permasalahan terkait Program Multiguna
antara lain:
-
Membuat kebijakan untuk tidak
menggunakan Kartu Multiguna dan diganti dengan menunjuikan KTP dan KK (bagi
masyarakat usia di bawah 17 tahun). Ini berlaku bagi seluruh masyarakat Kota
Tangerang, yang berhak berobat gratis di 35 Rumah Sakit yang sudah berkerja
sama dengan Pemerintah Kota Tangerang.
-
Rapat evaluasi pelaksanaan Program Multiguna
oleh Walikota setiap senin minggu pertama setiap bulannya dengan SKPD, Kepala
Rumah Sakit, Camat, Lurah, UPTD.
-
Sidak langsung ke Puskesmas dan Rumah
Sakit yang ada di Kota Tangerang.
-
Kunjungan kerja ke 13 kecamatan 1 bulan
sekali untuk berdialog dengan masyarakat kota Tangerang karena Program
Multiguna juga terintegrasi dengan program pembangunan lainnya.
-
Untuk menghindari KTP ganda dan
penyalahgunaan KTP dari mereka yang sebenarnya bukan masyarakat Kota Tangerang diterapkan
syarat pembuatan KTP yang ketat.
-
Membangun Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Tangerang.
Dengan melakukan upaya-upaya di atas diperoleh hasil yang
signifikan terkait pelaksanaan Program Multiguna antara lain:
1.
80% pelayanan sudah tercapai dari jumlah
penduduk Kota Tangerang 1.918.558 orang (sumber BPS Kota Tangerang, Profil
Tahun 2012) terpenuhinya jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat Kota Tangerang tanpa membedakan
status sosial (kaya/miskin);
2.
Pengetahuan masyarakat tewrhadap
kesehatan meningkat karena terintegrasinya prohram kesehatan dengan program
pembangunan lainnya.
3.
Angka Harapan Hidup dan Angka Kematian:
69,6 (sumber Statistik Kota Tangerang, Angka kematian bayi: 1,2 per 1000 kelahiran
hidup, Angka Kematian Kematian Ibu : 36,2 per 100 ribu).
4.
Dengan hanya menggunakan KTP dan KK (penduduk dibawah usia 17 tahun) untuk
berobat gratis, memberikan dampak positif baik bagi Dinas Kependudukan dalam
tertibnya pendataan identitas masyarakat Kota Tangerang yaitu validitas data
kependudukan Kota Tangerang lebih baik.
5.
Program Multiguna Kota Tangerang meraih
penghargaan Innovative Government Award dari Kemendagri untuk kategori
pelayanan public karena Pemerintah Kota Tangerang dinilai berhasil meningkatkan
pelayanan dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, lewat program jaminan
gratis atau Program Multiguna ini.
6.
Program ini juga mampu memberikan kemudahan
dan mempersingkat alur pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat.
Keberhasilan
program di daerah tidak terlepas dari banyaknya kendala dan tantangan yang
dihadapi sebelumnya, tidak terkecuali bagi Pemerintah Kota Tangerang dalam
upaya memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat. Pada awalnya,
ketika program mulai berjalan ternyata pola yang diterapkan kurang menyentuh
sasaran. Hal ini memberikan inspirasi bagi kepala daerah dan jajaran SKPD untuk
terus berproses pada implementasi yang lebih baik. Berbagai proses telah berjalan,
evaluasi dan monitoring terlaksana demi terwujudnya masyarakat yang sehat dan
memiliki pengetahuna kesehatan. Koordinasi dan komunikasi antara pemangku kepentingan, Kepala Rumah Sakit dan jajaran
pemerintahan diperlukan untuk saling bersinergi dalam tujuan yang sama memberikan
pelayanan dan pengetahuan kesehatan secara adil dan merata bagi masyarakat Kota
Tangerang. Kesehatan adalah hak dasar, semua masyarakat yang memiliki identitas
KTP dan KK Kota Tangerang memiliki hak
yang sama terhadap jaminan pemeliharaan kesehatan.
Program
Multiguna Kota Tangerang bisa diterapkan pada kab/kota lain karena setiap masyarakat
Indonesia memiliki hak yang sama terhadap jaminan pemeliharaan kesehatan.
Kemampuan dan kemauan kepala daerah beserta jajaran aparatur pemerintah
ditantang untuk mendesain program sesuai dengan karakter dan kondisi daerah
masing-masing. Tersedianya sarana dan prasarana infrastruktur dan kedisiplinan
mengawal jalannya pelaksanaan program evaluasi dan perbaikan yang terus menerus
mengantarkan pada kesuskesan program di daerah yang dipimpinannya.
Program pembangunan yang menitikberatkan pada peningkatan
derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang
diberikan Pemerintah Kota Tangerang secara gratis. Diskriminasi terkait
pelayanan kesehatan gratis antar warga miskin dan kaya betul-betul telah
hilang, tidak ada sekat batas terkait pelayanan kesehatan di Kota Tangerang.
Terbukti dengan adanya kerjasama dengan 35 rumah sakit di sekitar Kota
Tangerang serta RSUD Kota Tangerang yang tidak membedakan kelas pelayanan (non
kelas) membuktikan good will
Pemerintah Kota Tangerang untuk memberikan yang terbaik dalam hal pelayanan
kesehatan baik tindakan preventif maupun represif. Bentuk pelayanan publik ini
harus di reflikasi oleh daerah lain sehingga di era otonomi ini seluruh rakyat
Indonesia terjamin kualitas kesehatan dan kesejahteraan serta jauh dari
kemiskinan karena faktor kesehatan.
Daftar Pustaka
Atep Adya Barata. (2003). Dasar-dasar Pelayanan Prima. Gramedia.
Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Joshi,
Anuradha and Mick Moore. (2003). Institutionalised Co-production: Unorthodox
Public Service Delivery in Challenging Environments. The Institute of Development
Studies Brighton.
Lembaga Administrasi Negara. (2003). Penyusunan Standar Pelayanan Publik.
LAN. Jakarta.
Marschall, Melissa J. (2004). Citizen Participation and the Neighborhood
Context: A New Look at the
Coproduction of Local Public Goods. Political Research Quarterly. Academic
Research Library.
McLaverty, Peter. (2002). Public Participation and Innovations in
Community Governance. Ashgate. England.
Nurcholis, Hanif. (2005). Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi
Daerah. PT. Grasindo. Jakarta
Osborne, David & Ted Gaebler. (1992). Reinventing Government. Addison- Wesley
Publishing Company. Massachusetts.
Osborne, David & Peter Plastrik, (1996). Banishing Bureaucracy: The Five Strategies
for Reinventing Government, Addison-Wesley Publishing Company. Massachusetts.
Ostrom, Elinor. (1996). Crossing the Great Divide: Coproduction,
Synergy, and Development." World Development.
Salamon, Leister M. (1995) Partners in Public Service. Baltimore. The John Hopkins University
Press.
Dokumen Best Practice Volume 9.
No comments:
Post a Comment